Makanan di Pompeii sebelum Terkubur Abu Vesuvius dalam Sejarah Romawi

By Sysilia Tanhati, Jumat, 4 Agustus 2023 | 15:34 WIB
Dalam sejarah Romawi, makanan apa yang dikonsumsi oleh penduduk Pompeii sebelum terkubur abu letusan Gunung Vesuvius? (Archaeological Park of Pompeii)

Nationalgeographic.co.id—Pompeii adalah salah satu peninggalan penting dalam sejarah Romawi. “Karena terawetkan dengan baik, Pompeii adalah unicorn di dunia arkeologi,” kata Alessandro Russo, seorang arkeolog di Taman Arkeologi Pompeii.

Lukisan dinding bergambar seperti piza kuno berusia hampir 2.000 tahun ditemukan di Pompeii. Potongan roti pipih itu mungkin terdiri dari daging, sayuran, atau buah-buahan di atasnya. Namun, elemen penentu pizza tidak ada: tomat. Tomat baru muncul di Eropa sekitar abad ke-16, lama setelah Gunung Vesuvius meletus.

Jika bukan piza, lalu apa yang dikonsumsi oleh penduduk Pompeii sebelum mereka terkubur abu letusan Gunung Vesuvius?

Para arkeolog dan sejarawan telah menemukan beberapa jenis makanan yang dikonsumsi oleh penduduk Pompeii di masa itu. “Termasuk, bumbu yang kaya umami, isian dormice, dan cikal bakal lasagna,” tulis Christina Sterbenz di laman National Geographic.

Bagi sejarawan dan arkeolog, Pompeii adalah situs arkeologi penting untuk mempelajari tentang sejarah Romawi.

Letusan Vesuvius diperkirakan 100.000 kali lebih kuat daripada bom atom yang dijatuhkan di Jepang selama Perang Dunia II. Namun kota itu tidak terbakar dan hancur oleh lahar. Sebaliknya, awan gas dan abu panas yang sangat besar menyelimuti, mengarbonisasi dan mengawetkan banyak bahan organik. Termasuk makanan.

Pada tahun 1930, misalnya, sepotong roti yang terawetkan dengan sempurna ditemukan di sebuah oven di Herculaneum.

Kecintaan Pompeii pada umami

Salah satu makanan paling populer di Pompeii adalah garum. Garum merupakan “nenek moyang” dari umami. Umami merujuk pada rasa kelima yang kaya dan gurih, diwujudkan dalam saus atau bumbu berbahan dasar ikan yang disebut garum. Dalam sejarah Romawi, garum disukai oleh penduduk di kekaisaran.

Asin dan sedikit pedas, garum dinikmati dengan semua makanan, seperti saus tomat atau sambal. Namun, dari segi rasa, garum mirip dengan kecap ikan Thailand atau Vietnam.

Bagi orang Romawi, makan belum afdal tanpa saus ikan busuk ini. Jaringan pabrik dan jalur perdagangan bermunculan untuk mendistribusikan garum. (Archeological Museum of Sousse)

“Bayangkan jika Anda hanya mengonsumsi bubur jagung setiap hari. Apa yang akan Anda lakukan untuk membumbui makanan itu dan meningkatkan kandungan nutrisinya?” kata Benedict Lowe, seorang profesor sejarah di University of North Alabama. “Anda menambahkan garum. Rasanya pedas, gurih, dan kaya protein.”

Garum yang diproduksi di Pompeii terkenal karena kualitasnya. Untuk membuatnya, penduduk Pompeii memfermentasi ikan dalam garam. Terkadang mereka menambahkan rempah-rempah lainnya dan dibiarkan selama 3 bulan. Saat daging membusuk, tulangnya tenggelam, meninggalkan cairan di atasnya. Cairan itulah yang disebut dengan garum.

“Saat tong garum digali oleh para arkeolog, Anda masih bisa mencium aromanya,” kata Lowe. Menurut Lowe, aroma menyengat dari garum sangat tidak enak.

Makanan khas Pompeii

Selain makanan yang terawetkan, resep yang ditulis di atas papirus juga memberikan petunjuk soal makanan di Pompeii. Resep itu diterjemahkan oleh para biarawan di Abad Pertengahan. Satu resep merinci apa yang disebut Comegna, “nenek moyang lasagna”.

“Tidak ada tomat, hanya dengan daging dan keju ricotta, dan lapisan pasta,” kata Chiara Comegna, seorang archaeobotanist.

Hidangan lain—kebanyakan makanan lezat untuk orang kaya—adalah tikus (dormice). Dalam sejarah Romawi, tikus hidup akan ditempatkan di toples keramik dengan penutup. Ada lubang yang memungkinkan tikus-tikus untuk bernapas. Toples biasanya diisi dengan kacang agar tikus bisa menjadi gemuk setelah memakannya. Kemudian, tikus akan dimasak menjadi hidangan yang lezat.

Menurut buku masak yang ditulis oleh Apicius, dormice diisi dengan daging babi, merica, kacang pinus, dan saus ikan.

Pada tahun 2005, para peneliti di situs arkeologi membuat ulang banyak resep Pompeii kuno. Mereka menanam kembali beberapa buah dan sayuran yang dimakan penduduk, seperti buah ara, zaitun, plum, dan anggur. Pengunjung situs dapat menikmati hidangan seperti savillum, makanan penutup favorit yang mirip dengan kue keju atau custard; persik dengan madu; dan prosciutto.

Selain untuk garum, pola makan orang Pompeii sangat bergantung pada ikan. Di salah satu selokan di Herculaneum, ditemukan 43 spesies tulang ikan.

Penduduk Pompeii juga mendapatkan protein dari domba, ayam, lentil, dan kacang-kacangan.

Seperti apa rasa makanan di Pompeii?

Sebagian besar makanan di Pompeii hambar. Orang Romawi kuno memiliki banyak garam, tetapi tidak banyak rasa lainnya. Jadi mereka berdagang dengan India untuk mendapatkan rempah-rempah seperti sinabar dan merica.

Faktanya, orang Romawi menghabiskan begitu banyak uang untuk rempah-rempah. Oleh karena itu orang India menggunakan mata uang Romawi di India untuk sementara waktu.

Tapi hanya orang kaya yang mampu membeli rempah-rempah. Rumah-rumah orang yang sangat kaya bahkan memiliki kolam air asin tepat di sebelah ruang makan. Kolam itu diisi dengan ikan untuk ditangkap tepat sebelum makan.

Seneca, seorang filsuf di masa itu, menulis dengan agak sinis. Katanya, orang Romawi tidak akan menganggap ikan segar kecuali mereka membunuhnya di piring mereka.

Menurut Comegna, penduduk Pompeii juga membumbui anggur mereka menggunakan kacang fava. Di salah satu thermopolium (bar) yang terawetkan dengan sangat baik, kacang fava ditemukan di dasar kendi anggur.

Kios-kios thermopolia pada dasarnya adalah kedai makanan cepat saji di masa lalu. Pompeii memiliki sekitar 80 kios ini. Penduduk, terutama pekerja, akan berhenti untuk makan siang atau membeli bahan makanan untuk makan malam.

Selain anggur, ada bukti bahwa mereka menyajikan siput, bebek, babi, kambing, dan ikan. Semua itu ditempatkan dalam wadah yang diletakkan tepat di konter.

Letusan Gunung Vesivius yang mendadak membuat penduduk Pompeii tidak bersiap-siap. Saat kejadian, mereka sedang melakukan aktivitas sehari-hari.

Kematian mendadak mereka membuat arkeolog dapat mempelajari lebih banyak tentang tugas sehari-hari mereka seperti memasak dan makan. Hal ini memberi kita gambaran tentang kehidupan penduduk Pompeii sepanjang sejarah Romawi.