Saat Jepang mengalami industrialisasi dan modernisasi, banyak industri tradisional, seperti pertanian dan kerajinan tangan, digantikan oleh pabrik-pabrik modern dan impor asing.
Hal ini menyebabkan kemiskinan dan kerusuhan yang meluas, terutama di daerah pedesaan, di mana banyak keluarga samurai tinggal.
Selain itu, domain Satsuma memiliki sejarah panjang kemerdekaan dan perlawanan terhadap otoritas pusat.
Domain tersebut telah memainkan peran kunci dalam Restorasi Meiji, tetapi para pemimpinnya merasa bahwa mereka tidak diberi imbalan yang memadai atas upaya mereka.
Ditambah dengan keluhan yang lebih luas dari kelas samurai, menciptakan rasa frustrasi dan ketidakpuasan yang akhirnya berubah menjadi pemberontakan.
Terakhir, pemberontakan juga dipicu oleh kepemimpinan karismatik Saigo Takamori. Saigo adalah seorang samurai yang dihormati dan mantan penasihat kekaisaran yang berperan penting dalam Restorasi Meiji.
Namun, dia kecewa dengan kebijakan pemerintah dan merasa bahwa kelas samurai dipinggirkan dan tidak dihormati.
Kepemimpinannya menyemangati banyak orang untuk bergabung dalam pemberontakan, dan kematiannya di akhir konflik akan mengubahnya menjadi seorang martir dan simbol perlawanan untuk generasi yang akan datang.
Pemberontakan dimulai pada Januari 1877. Pasukan Saigo dengan cepat menguasai Kagoshima, ibu kota Satsuma, dan mulai berbaris menuju Tokyo.
Namun, mereka dihadang oleh Tentara Kekaisaran Jepang, yang dikerahkan untuk menumpas pemberontakan.
Kedua belah pihak bentrok di Pertempuran Tabaruzaka pada tanggal 1 Februari 1877. Meskipun kalah jumlah, pasukan Saigo awalnya menang dan menimbulkan kerugian besar pada Tentara Kekaisaran.