Nationalgeographic.co.id—Hugin dan Munin adalah dua burung gagak yang sering ditampilkan di samping dewa Odin di mitologi Nordik. The Poetic Edda mengklaim bahwa dia melepaskan mereka setiap pagi untuk berkumpul dan membawa kembali berita tentang apa yang terjadi di seluruh dunia.
Banyak sejarawan menafsirkan Hugin dan Munin sebagai hewan totem perdukunan. Nama mereka berarti "pikiran" dan "ingatan", memberikan kepercayaan pada gagasan bahwa mereka adalah bagian dari pikiran dewa itu sendiri.
Dukun mengalami kesurupan. Diyakini bisa melihat dunia melalui mata hewan totem mereka. Hewan totem semacam itu juga bisa menjadi makhluk supernatural yang dalam pemikiran Nordik, terikat pada seseorang sebagai representasi dari esensinya.
Dengan demikian, kedua burung gagak mewakili penguasaan sihir Odin, terutama yang berkaitan dengan takdir. Burung gagak dan takdir sering dikaitkan dalam pemikiran Jermanik, seperti yang terlihat pada dewi Morrigan dari Irlandia.
Beberapa sejarawan percaya bahwa Hugin dan Munin berevolusi ketika mitologi Nordik menjadi lebih kompleks. Awalnya sejalan dengan simbolisme gagak Jerman umum, mereka secara bertahap menjadi lebih dekat dengan pikiran Odin sendiri.
Hal ini juga menjadi salah satu dari banyak cara dewa Odin terus meningkatkan pengetahuannya. Selain pengorbanan yang dia lakukan untuk belajar tentang takdir dan sihir, seperti memberikan matanya ke Sumur Mimir atau gantung diri selama sembilan hari di Yggdrasil.
Laporan dari Hugin dan Munin memungkinkan dia untuk terus memperbarui pengetahuannya. Burung-burung ini juga memiliki tujuan simbolis dalam ikonografi Odin. Mereka bukan hanya agen informasi praktis, tetapi juga representasi dari kemampuan magis dewa yang kuat.
Bersamaan dengan menggunakan burungnya, Odin juga melihat semua yang terjadi di dunia dari singgasananya di Asgard. Namun, Hugin dan Munin memastikan bahwa pengetahuannya tidak sepenuhnya bergantung pada persepsinya sendiri.
Menurut Poetic Edda, Odin mengkhawatirkan burung-burungnya. Dia takut seseorang, terutama Munin, tidak akan kembali di penghujung hari.
Sementara keaslian informasi dalam teks-teks selanjutnya sering dipertanyakan, bukti arkeologis menunjukkan bahwa burung gagak Odin jauh lebih tua dari penulisan Poetic Edda.
Lempengan emas dari abad ke-5 dan ke-6 menunjukkan sosok pembawa tombak di atas punggung kuda diapit oleh dua burung gagak. Baik burung gagak maupun tombak menjadi bagian dari ikonografi Odin, membuat sejarawan percaya bahwa ini adalah gambar awal dewa Jermanik.