Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian kolaborasi Indonesia-Australia menunjukkan bahwa komunitas pesisir Indonesia tengah menghadapi krisis sampah plastik. Penelitian tersebut mengkaji pengetahuan, penggunaan, pembuangan, dan konsekuensi lokal dari plastik.
Anna Phelan dari University of Queensland, Australia memimpin studi tersebut. Hasil studi telah dijelaskan di jurnal PLoS One dengan judul "Ocean plastic crisis—Mental models of plastic pollution from remote Indonesian coastal communities".
"Krisis yang dihadapi lautan akibat plastik telah terdokumentasi dengan baik," tulis peneliti.
"Namun hanya ada sedikit pengetahuan tentang perspektif, pengalaman dan pilihan masyarakat pesisir yang menghadapi sampah plastik dalam jumlah besar di pantai dan di perairan penangkapan ikan mereka."
Di negara-negara berkembang dalam kawasan Coral Triangle, masyarakat yang terkena dampaknya adalah masyarakat termiskin di negaranya.
Untuk itu peneliti melakukan pengkajian untuk memahami dampak pencemaran plastik laut di wilayah pesisir Indonesia, dari sudut pandang masyarakat setempat.
Mereka mempelajari konsekuensi lokal dari plastik sekali pakai pada masyarakat pulau terpencil di dua kepulauan di Sulawesi selatan.
Para peneliti menggunakan metode campuran survei mengenai literasi dan perilaku plastik, wawancara rumah tangga tentang pembelian dan pembuangan sampah plastik.
Kemudian mereka juga menggunakan metode diskusi kelompok terfokus untuk menghasilkan model mental bersama.
"Kami mengidentifikasi serangkaian faktor kompleks yang berkontribusi terhadap kebocoran plastik besar-besaran ke lingkungan laut," tulis peneliti.
Peneliti menjelaskan, penggunaan sampah plastik di masyarakat pesisir Indonesia seiring dengan meningkatnya standar hidup.
Hal itu telah memungkinkan masyarakat yang memiliki sumber daya terbatas dan komunitas terpencil, untuk membeli lebih banyak barang plastik sekali pakai dibandingkan sebelumnya.