Komunitas Pesisir Indonesia Menghadapi Krisis Sampah Plastik

By Ricky Jenihansen, Kamis, 7 September 2023 | 17:03 WIB
Komunitas pesisir Indonesia menanggung dampak plastik laut. (University of Queensland)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian kolaborasi Indonesia-Australia menunjukkan bahwa komunitas pesisir Indonesia tengah menghadapi krisis sampah plastik. Penelitian tersebut mengkaji pengetahuan, penggunaan, pembuangan, dan konsekuensi lokal dari plastik.

Anna Phelan dari University of Queensland, Australia memimpin studi tersebut. Hasil studi telah dijelaskan di jurnal PLoS One dengan judul "Ocean plastic crisis—Mental models of plastic pollution from remote Indonesian coastal communities".

"Krisis yang dihadapi lautan akibat plastik telah terdokumentasi dengan baik," tulis peneliti.

"Namun hanya ada sedikit pengetahuan tentang perspektif, pengalaman dan pilihan masyarakat pesisir yang menghadapi sampah plastik dalam jumlah besar di pantai dan di perairan penangkapan ikan mereka."

Di negara-negara berkembang dalam kawasan Coral Triangle, masyarakat yang terkena dampaknya adalah masyarakat termiskin di negaranya.

Untuk itu peneliti melakukan pengkajian untuk memahami dampak pencemaran plastik laut di wilayah pesisir Indonesia, dari sudut pandang masyarakat setempat.

Mereka mempelajari konsekuensi lokal dari plastik sekali pakai pada masyarakat pulau terpencil di dua kepulauan di Sulawesi selatan.

Para peneliti menggunakan metode campuran survei mengenai literasi dan perilaku plastik, wawancara rumah tangga tentang pembelian dan pembuangan sampah plastik.

Kemudian mereka juga menggunakan metode diskusi kelompok terfokus untuk menghasilkan model mental bersama.

"Kami mengidentifikasi serangkaian faktor kompleks yang berkontribusi terhadap kebocoran plastik besar-besaran ke lingkungan laut," tulis peneliti.

Peneliti menjelaskan, penggunaan sampah plastik di masyarakat pesisir Indonesia seiring dengan meningkatnya standar hidup.

Hal itu telah memungkinkan masyarakat yang memiliki sumber daya terbatas dan komunitas terpencil, untuk membeli lebih banyak barang plastik sekali pakai dibandingkan sebelumnya.

Sementara itu kondisi geografis yang kompleks dan minimnya layanan pengumpulan sampah membuat pengelolaan sampah menjadi masalah yang sulit. Kondisi itu juga membuat masyarakat sendirilah yang menanggung dampak krisis sampah plastik di laut.

Meskipun tingkat literasi plastik masih rendah, masyarakat pesisir Indonesia tidak dapat berbuat banyak. Kecuali jika diberikan pilihan yang lebih baik baik dari sisi pasokan maupun pilihan pembuangannya.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa perbaikan pembuangan limbah merupakan hal yang mendesak bagi masyarakat pesisir Indonesia. Rantai pasokan yang bertanggung jawab dan alternatif non-plastik diperlukan," menurut peneliti.

Produsen dan pabrik tidak bisa lagi hanya fokus pada produk kemasan berbiaya rendah, tanpa mengambil tanggung jawab atas hasilnya.

Tanpa akses terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan biodegradable, serta sistem ekonomi sirkular, masyarakat pesisir dan ekosistem laut di sekitarnya akan terus dibanjiri sampah plastik.

Peselancar Dede Suryana berselancar bersama sampah di dekat pesisir Jawa. (NATIONAL GEOGRAPHIC/ZAK NOYLE/A-FRAME)

Krisis sampah plastik

Sampah plastik terus menggenangi lautan di dunia dan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Jutaan ton sampah plastik keluar dari pasar konsumen global dan masuk ke laut setiap tahunnya.

Karena sifat persisten, tahan lama, dan volumenya, sampah plastik di laut tidak hanya berbahaya bagi ekosistem laut dan satwa liar, tetapi juga bagi manusia. Mayoritas plastik laut dihasilkan dari sumber-sumber di darat.

Sampah plastik yang dihasilkan di wilayah pesisir Indonesia, yang tidak dikelola secara efektif, mempunyai risiko paling besar untuk masuk ke lingkungan laut.

Meskipun sebagian besar sampah plastik global dihasilkan di wilayah Utara, sebagian besar produksi kemasan plastik sekali pakai telah beralih ke Asia.

Sementara itu, standar hidup beberapa negara-negara di Asia Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, termasuk Indonesia.

Hal itu memungkinkan masyarakat di komunitas terpencil pesisir Indonesia dengan sumber daya rendah, untuk membeli lebih banyak barang plastik sekali pakai dibandingkan sebelumnya.

"Namun, infrastruktur pengelolaan dan pembuangan limbah belum berjalan dengan baik," tulis peneliti.

Sehingga lautan terus dipenuhi sampah plastik, sebagian besar berupa plastik sekali pakai dan kemasan eceran.

Komunitas Pesisir Indonesia

Sementara pada tingkat sistem, biaya sosial dan ekonomi sering kali ditanggung oleh pihak yang terkena dampak, sedangkan pihak yang bertanggung jawab atas pasokan plastik dan pengelolaan limbah menanggung lebih sedikit.

"Penelitian ini menegaskan bahwa bagi masyarakat pesisir dan terpencil di Indonesia, penggunaan plastik semakin membebani kapasitas pengelolaan sampah dan infrastruktur," menurut peneliti.

"Studi ini menunjukkan bahwa masyarakat pesisir dengan sumber daya rendah di Sulawesi Selatan terpaksa menanggung dampak krisis plastik laut."

Peneliti menambahkan, terdapat ribuan komunitas pesisir serupa di Indonesia. Semuanya berjuang untuk mengelola sampah mereka sendiri, ditambah lagi dengan banyaknya sampah yang dibawa oleh arus.

Hasil dari sistem ini menunjukkan bahwa masyarakat terjebak dalam lingkaran penguatan yang terus-menerus. Kecuali pasokannya berubah, komunitas-komunitas ini tidak mempunyai harapan untuk mengelola limbah mereka secara efektif.

"Meskipun hasil survei kami menunjukkan bahwa tingkat literasi plastik masih rendah," menurut peneliti.

Sementara itu, meskipun tingkat literasinya lebih tinggi, masyarakat pesisir Indonesia juga tidak dapat berbuat banyak.

Masyarakat pesisir Indonesia tidak dapat mengelola sampah plastik secara efektif. "Kecuali jika mereka dihadapkan pada pilihan yang lebih baik. Baik dari sisi pasokan maupun pilihan pembuangannya," menurut peneliti.

"Bagi masyarakat pesisir di negara-negara berkembang, krisis plastik laut tidak dapat diatasi tanpa adanya pasokan yang bertanggung jawab."