Hal itu memungkinkan masyarakat di komunitas terpencil pesisir Indonesia dengan sumber daya rendah, untuk membeli lebih banyak barang plastik sekali pakai dibandingkan sebelumnya.
"Namun, infrastruktur pengelolaan dan pembuangan limbah belum berjalan dengan baik," tulis peneliti.
Sehingga lautan terus dipenuhi sampah plastik, sebagian besar berupa plastik sekali pakai dan kemasan eceran.
Komunitas Pesisir Indonesia
Sementara pada tingkat sistem, biaya sosial dan ekonomi sering kali ditanggung oleh pihak yang terkena dampak, sedangkan pihak yang bertanggung jawab atas pasokan plastik dan pengelolaan limbah menanggung lebih sedikit.
"Penelitian ini menegaskan bahwa bagi masyarakat pesisir dan terpencil di Indonesia, penggunaan plastik semakin membebani kapasitas pengelolaan sampah dan infrastruktur," menurut peneliti.
"Studi ini menunjukkan bahwa masyarakat pesisir dengan sumber daya rendah di Sulawesi Selatan terpaksa menanggung dampak krisis plastik laut."
Peneliti menambahkan, terdapat ribuan komunitas pesisir serupa di Indonesia. Semuanya berjuang untuk mengelola sampah mereka sendiri, ditambah lagi dengan banyaknya sampah yang dibawa oleh arus.
Hasil dari sistem ini menunjukkan bahwa masyarakat terjebak dalam lingkaran penguatan yang terus-menerus. Kecuali pasokannya berubah, komunitas-komunitas ini tidak mempunyai harapan untuk mengelola limbah mereka secara efektif.
"Meskipun hasil survei kami menunjukkan bahwa tingkat literasi plastik masih rendah," menurut peneliti.
Sementara itu, meskipun tingkat literasinya lebih tinggi, masyarakat pesisir Indonesia juga tidak dapat berbuat banyak.
Masyarakat pesisir Indonesia tidak dapat mengelola sampah plastik secara efektif. "Kecuali jika mereka dihadapkan pada pilihan yang lebih baik. Baik dari sisi pasokan maupun pilihan pembuangannya," menurut peneliti.
"Bagi masyarakat pesisir di negara-negara berkembang, krisis plastik laut tidak dapat diatasi tanpa adanya pasokan yang bertanggung jawab."