Apakah Kota Troya yang Terkenal dalam Mitologi Yunani Benar-Benar Ada?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 20 September 2023 | 21:00 WIB
Penyair epik Yunani, Homer, menuliskan kisah tentang Kota Troya. Apakah kota ini benar nyata atau hanya legenda dalam mitologi Yunani belaka? (Kerstiaen de Keuninck/Broel Museum )

Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Yunani, Troya mengilhami penyair epik Yunani, Homer. Homer menyusun dua karya besarnya pada abad kedelapan Sebelum Masehi. Pertama adalah Iliad, yang berlatar tahun terakhir pengepungan Troya selama satu dekade oleh koalisi negara-negara Yunani kuno. Dan karyanya yang kedua adalah Odyssey.

Troya tersebut menjadi saksi salah satu pertempuran terbesar dalam mitologi Yunani. Dalam History of the Peloponnesian War, sejarawan Thucydides menggambarkan Perang Troya sebagai perang yang terkenal melebihi semua perang.

“Namun lokasi dan bahkan keberadaannya Troya menjadi sumber perdebatan selama berabad-abad,” tulis Naomi Larsson di laman The Guardian. Kota ini dihancurkan setelah pertempuran sekitar tahun 1200 Sebelum Masehi. Kemudian, Troya dihuni kembali oleh orang Yunani kuno dan Romawi dan berganti nama menjadi Ilios atau Ilium.

Pada tahun 500 Sebelum Masehi, Troya sudah tidak menjadi kota yang dianggap penting. Troya pun perlahan menghilang.

Sekarang lokasi Troya secara luas diyakini sebagai situs Hisarlik di Turki. Kota yang diyakini Troya itu pada dasarnya adalah sebuah gundukan setinggi sekitar 30 meter. Terdapat sisa-sisa dinding batu dan bangunan-bangunan terpencil tersebar di padang rumput. Bukit padang rumput tersebut mungkin menyimpan 4.000 tahun sejarah Troya.

Kemungkinan besar tidak hanya ada satu kota di situs tersebut, tapi setidaknya 10 kota. Situs Hisarlik berisi lapisan demi lapisan pemukiman kuno. “Dari yang pertama sekitar tahun 3000 Sebelum Masehi hingga yang terakhir sekitar tahun 500 Sebelum Masehi,” tambah Larsson.

Sekarang secara umum diyakini bahwa tahap konstruksi keenam dan ketujuh kemungkinan adalah kota Raja Priam, seperti yang dijelaskan dalam Iliad.

Bermula dari mimpi seorang anak kecil

Kisah Troya di zaman modern diduga berawal dari mimpi seorang anak kecil. Begitu terpesonanya dia dengan mitologi Yunani tersebut, dia berangkat untuk mencari kota tersebut setelah membaca Iliad.

Anak berusia 7 tahun itu adalah Henrich Schliemann. Schliemann tumbuh menjadi pengusaha Jerman abad ke-19. Kelak, ia menjadi arkeolog dan orang pertama yang melakukan penggalian menyeluruh di situs Hisarlik.

Bagaimana arkeolog amatir Schliemann berhasil menemukan Troya yang terkenal dalam mitologi Yunani itu?

Pada bulan April 1870, Schliemann mulai menggali di Hisarlik. Segera dia mengeklaim telah menemukan “kota yang terbakar” dari Troya karya Homer. Di antara temuannya, ada harta karun Raja Priam. Sebagian harta karun itu kemudian diberikan kepada istrinya. Namun dalam prosesnya, Schliemann melakukan banyak kesalahan besar.

Schliemann menggali – dan menghancurkan – lapisan-lapisan Troya Zaman Perunggu (1700-1200 Sebelum Masehi). Hal tersebut dilakukan hingga ia mencapai tempat yang sekarang dikenal sebagai Troy II. Troy II adalah sebuah kota yang lebih dari 1.000 tahun lebih tua dari Troya dalam Iliad.

“Jika Anda melihat peta penggalian, ada celah di tengahnya yang bertuliskan 'Istana yang dihilangkan oleh Schliemann'. Dia menemukan Istana Priam lalu menghilangkannya,” kata Eric Clein, seorang sejarawan dan arkeolog. Menurut Clein, Schliemann menemukan sekaligus menghancurkan Troya.

Kota Zaman Perunggu yang megah

Kota Troya dimulai sebagai permukiman sederhana sekitar tahun 3000 Sebelum Masehi. Kota tersebut tumbuh dan berkembang dalam bidang perdagangan, pertanian, dan perikanan. Ditemukan ada sembilan tahap konstruksi utama sebelum kehancuran besar kota tersebut, sekitar tahun 1180 Sebelum Masehi.

Lokasi Troya secara luas diyakini sebagai situs Hisarlik di Turki. Kota yang diyakini Troya itu pada dasarnya adalah sebuah gundukan setinggi sekitar 30 meter. (Public Domain)

Namun, tidak ada teks kontemporer yang menggambarkan Troya. Dan ketika Schliemann berhasil menghancurkan sisa-sisa kota Raja Priam, kita hanya tahu sedikit tentangnya.

Sejarah Perang Troya dan jatuhnya kota di tangan Yunani (narasi Iliad) masih dipertanyakan. Namun kemudian Manfred Korfmann melakukan sebuah terobosan pada tahun 1990-an. Hingga saat itu, penggalian di Hisarlik hanya mengungkap sebuah kota kecil.

Korfmann dan timnya menemukan kota yang lebih rendah seluas 75 hektar: 15 kali lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

“Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa Troya memang sangat besar. Kota ini tentunya memiliki kepentingan supraregional,” tulis Korfmann dalam majalah Archaeology pada tahun 2004. “Bentengnya tidak ada bandingannya di wilayah yang lebih luas. Sejauh yang diketahui sampai sekarang, tidak ada bandingannya di Eropa Tenggara.”

Cline berpendapat bahwa Troya yang dijelaskan Homer sebenarnya bisa jadi merupakan gabungan dari Troy VI dan VIIa. Lapisan konstruksi keenam diperkirakan hancur karena gempa bumi.

Di sisi lain, Troy VIIa hampir pasti dihancurkan oleh pertempuran besar. Para arkeolog telah menemukan mata panah di sisa-sisa benteng tersebut. Jadi apakah ini bukti terjadinya Perang Troya dan bukan legenda dalam mitologi Yunani belaka?

Tidak ada yang yakin. “Jatuhnya Troy adalah bagian dari gambaran besar jatuhnya seluruh Zaman Perunggu,” katanya.

Namun, dengan sedikit kreativitas, tulisan Homer dapat dikaitkan dengan kota Priam di situs itu. Penyair besar mengatakan Troya curam dan berangin, seperti Hisarlik. Dia menggambarkannya sebagai “berlandaskan kuat”, “gerbang menjulang”, “jalan lebar”, dan “benteng yang tidak bisa dihancurkan”.

Homer menghadirkan gambaran kota besar yang dipimpin oleh elite yang berkuasa. Kota itu dilindungi tembok megah; sebuah kota besar Zaman Perunggu yang menampung antara 4.000 dan 10.000 penduduk. Dari tembok itulah beberapa kekalahan terbesar Troya dikisahkan dalam Iliad.

Tembok yang memainkan peran penting bagi Troya dalam Iliad juga dapat dikaitkan dengan Hisarlik. Bagian dari dinding bawah, yang masih terlihat hingga saat ini, memiliki lebar 4-5 meter dan tinggi 8 mmeter. Tembok ini memiliki banyak menara dan gerbang yang mengarah langsung ke pusat kota.

Benteng, rumah bagi elite penguasa, merupakan kawasan padat penduduk dengan bangunan monumental dan rumah dua lantai dengan ruangan luas.

Kota multikultural di masa lalu

Tidak ada keraguan bahwa Troya adalah kota besar yang memiliki kepentingan strategis sepanjang Zaman Perunggu. Lokasinya yang menjaga Dardanella berarti secara efektif merupakan pintu gerbang ke Laut Hitam. Juga merupakan jalur perdagangan penting.

Terjepit antara Mycenaean di barat dan bangsa Het di timur, kota ini merupakan titik pertemuan dua budaya yang berlawanan. Dan tampaknya Troya berkembang pesat sebagai kota multikultural. Arkeolog menemukan bukti pengaruh budaya asing, seperti pembuat tembikar lokal yang membuat pot Mycenaean dengan sentuhan Troya.

Henrich Schliemann mengeklaim bahwa ia menemukan harta karun Raja Priam. (Public Domain)

Ada juga bukti perdagangan ekstensif dengan Anatolia (Turki modern) dan peradaban Zaman Perunggu di Yunani kuno. Pada saat itu, kota ini merupakan kota yang sangat kosmopolitan.

“Ini seperti London,” kata Clein, “ibu kota dengan banyak pengaruh asing akibat perdagangan dan migrasi. Saya yakin orang asing juga merupakan penduduk Troya pada abad 14-13 Sebelum Masehi.”

Kota ini tidak hanya menerima budaya yang berbeda, namun Troya dan mitologi Yunani di baliknya berdampak pada skala global. Raja Persia Xerxes, dalam ekspedisinya melalui Yunani kuno, dikatakan telah memberikan persembahan kepada Athena di Troya. 150 tahun kemudian Aleksander Agung singgah di Troya dan diduga mengambil perisai Achilles dari kuil Athena. Dia juga membawa salinan Iliad saat itu.

Bahkan bangsa Romawi mengaku sebagai keturunan Troya. Dalam Aeneid, penyair Romawi Virgil menceritakan kisah Aeneas dari Troya. Pahlawan Troya itu melarikan diri dari perang, melakukan perjalanan ke Italia, dan menjadi salah satu pendiri Roma.

Troya terus menginspirasi budaya barat. Troya adalah kota yang representasi kepahlawanan dan identitas politiknya menyentuh banyak orang selama berabad-abad.

Seperti yang ditulis oleh ahli epigram Yunani Euenus, kota itu sendiri mungkin hilang dan keberadaannya masih diperdebatkan. Namun dalam karya Homer, Troya dilindungi oleh gerbang perunggu. “Tombak-tombak orang-orang Yunani yang membinasakan tidak akan menusukku lagi, tetapi aku akan menjadi perbincangan semua orang Yunani,” tulis Homer.