Membayangkan Alam Pulau Flores Purba Saat Homo floresiensis Tersebar

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 6 Oktober 2023 | 07:00 WIB
Liang Bua, gua di Flores, tempat ditemukannya Homo floresiensis yang dijuluki sebagai hobbit. (Felix Dance/Wikimedia Commons)

Perbandingan Bangau raksasa (Leptotilos, sp) dengan Homo floresiensis. (Kathy Morwood/via ARKENAS)

Tikus yang menghuni Liang Bua sudah ada sejak Zaman Pleistosen akhir hingga Holosen. Jangan salah sangka, tikus ini sekitar Liang Bua berukuran besar, dan tinggal lebih dulu di sana sebelum H. floresiensis.

Ada pula komodo purba pernah hidup berbagi lingkungan dengan H. floresiensis. Bisa jadi, komodo adalah predator pesaing H. floresiensis. Tak jarang juga Mama Flo dan kawanannya memiliki berbagai perkakas batu kecil yang digunakan melindungi diri dari predator seperti komodo, atau untuk berburu.

Selain itu, burung bangau yang sezaman dengan H. floresiensis lebih besar daripada sekarang. Tinggi mereka bisa mencapai sekitar 1,6 meter atau seukuran manusia hari ini menyusut. Meski terlihat ukuran tulangnya besar, mereka dapat terbang tinggi dengan sayapnya yang terbentang luas.

Burung bangau raksasa menjadi saingan utama burung nasar sebagai predator. Keduanya diperkirakan saling berebut mangsa yang sama: anak stegodon yang masih muda. 

Masih belum bisa tergambarkan dengan jelas bagaimana proses pengerdilan H. floresiensis dan berbagai sepesies yang hidup di sekitarnya. Melalui pertemuan Commemoration of the 20th Anniversary of Homo Floresiensis Discovery, Thomas mengajak peneliti di luar BRIN bisa turut terlibat dalam riset koleksi dalam kolaborasi.

Para peneliti masih dalam upaya agar dapat mengekstrak rangkaian genetika dari H. floresiensis. Dari sini, para ilmuwan dapat megnetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam rantai evolusi yang menghubungan H. erectus dan hobbit yang 'tersasar' di Pulau Flores tersebut.