Nationalgeographic.co.id—Para penguasa Kekaisaran Inca memiliki kebiasaan tak biasa untuk menjaga keturunannya dengan melakukan hubungan inses. Saat diangkat menjadi raja, penguasa Inca biasanya akan mengawini saudara kandung perempuannya.
Dijelaskan bahwa raja Kekaisaran Inca diharuskan untuk menikah pada saat pengangkatannya. Pengantin perempuannya biasanya adalah saudara kandung perempuannya sendiri.
Ratu atau Qoya dalam Kekaisaran Inca nanti akan dikenal sebagai Mamancik atau "ibu kami". Ia akan mempunyai pengaruh baik terhadap suaminya maupun melalui kelompok kerabatanya.
Khususnya dalam memilih putra mana yang akan menjadi pewaris resmi takhta. Qoya juga memiliki kekayaan yang cukup besar yang dapat dia gunakan sesuai keinginannya.
Menurut para arkeolog, alasan raja-raja Kekaisaran Inca cenderung mengawini saudara kandung mereka sendiri adalah untuk menghindari perluasan basis kekuasaan elit di puncak struktur pemerintahan.
Sehingga hubungan inses menjadi pilihan yang lebih mudah untuk Raja-Raja Kekaisaran Inca. Dibandingkan jika mereka mengawini perempuan di luar keluarga inti mereka dan terjadi perluasan basis kekuatan.
Hal itu dapat meminimalisir konflik internal dan perebutan kekuasaan dan membuat pemerintahan lebih stabil. Meski demikian, konflik dan intrik di Kekaisaran Inca tetap sering terjadi.
Seperti diketahui, di sistem pemerintahan Kekaisaran Inca, raja adalah puncaknya. Kemudian persis di bawahnya adalah pendeta tinggi (Willaq Umu) – yang juga bisa bertindak sebagai marshal lapangan atau panglima lapangan.
Setelah itu adalah sepuluh kelompok bangsawan yang disebut panaqa. Para bangsawan ini dapat membentuk dan memulai kebijakan dalam dewan dengan raja.
Yang lebih penting lagi dari itu semua adalah, mereka dapat memengaruhi pilihan akhir penerus raja Inca yang jarang hanya berupa putra sulung.
Memang benar, banyak aksesi kerajaan didahului oleh intrik, manuver politik, kudeta, dan bahkan pembunuhan untuk mempromosikan calon dari kelompok kerabat tertentu.
Perluasan kerabat jelas akan membuatnya segala sesuatunya menjadi lebih sulit. Dan ketika perlu suksesi kekuasaan, maka akan terjadi perebutan kekuasaan yang dapat menimbulkan perang saudara.
Raja IncaSuku Inca menyimpan daftar raja-raja Inca turun-temurun mereka yang disebut Sapa Inca yang artinya Inca Unik. Sehingga kita mengetahui nama-nama seperti Pachacuti Inca Yupanqui (memerintah sekitar tahun 1438-63 M).
Kemudian Thupa Inca Yupanqui yang memerintah sekitar tahun 1471-93 M atau Wayna Qhapaq, penguasa pra-Hispanik terakhir yang memerintah sekitar tahun 1493-1525 M.
Ada kemungkinan bahwa dua raja memerintah pada waktu yang sama dan ratu mungkin mempunyai kekuasaan yang signifikan, namun catatan Spanyol tidak jelas mengenai kedua hal tersebut.
Sapa Inca adalah penguasa absolut yang perkataannya adalah hukum. Dia mengendalikan politik, masyarakat, gudang makanan kekaisaran.
Sapa Inca juga adalah panglima tertinggi tentara Kekaisaran Inca. Dipuja sebagai dewa ia juga dikenal sebagai Intip Churin atau 'Anak Matahari'.
Mengingat statusnya yang tinggi ini, dia menjalani kehidupan yang sangat mewah. Minum dari cangkir emas dan perak, memakai sepatu perak, dan tinggal di istana yang dilengkapi dengan tekstil terbaik, dia dimanjakan secara ekstrim.
Dia bahkan dirawat setelah kematiannya ketika suku Inca membuat mumi para penguasa mereka. Suku Inca akan mengeluarkan mumi ini dalam ritual khusus untuk 'berkonsultasi'. Suku Inca akan meminta pendapat mereka mengenai urusan negara yang mendesak.
Meskipun statusnya patut ditiru, Raja Inca harus menegosiasikan persetujuan dan dukungan dari para bangsawannya.
Namun terkadang, para bangsawan ini dapat, dan memang demikian, menggulingkan atau bahkan membunuh penguasa mereka. Menjaga hubungan kekerabatan yang lebih dekat, adalah salah satu cara raja Kekaisaran Inca untuk menghasilkan stabilitas.
Selain menjaga kasih sayang para bangsawannya, raja Inca juga harus menjalankan perannya sebagai seorang dermawan yang murah hati kepada rakyatnya. Oleh karena itu ia diberi gelar lain Huaccha Khoyaq atau 'Pencinta dan Penolong Masyarakat Miskin'.
Budaya Hubungan InsesSebenarnya budaya hubungan inses tidak hanya terjadi di Kekaisaran Inca untuk menjaga keturunannya, hal serupa juga diketahui di peradaban lain seperti Mesir, Prusia, Afrika bahkan hingga Kerajaan Inggris.
Padahal, praktik hubungan inses dianggap tabu dalam banyak kebudayaan. Namun terjadi pegecualian di keluarga kerajaan, mereka menganggap diri mereka berbeda dengan rakyat jelata.
Sebagai akibatnya, ada banyak kisah keturunan mereka yang terlahir cacat. Masalah kesehatan karena hubungan inses adalah keniscayaan karena gen mereka yang terlalu dekat, menurut para ahli.
Seperti misalnya Raja Charles II dari Spanyol yang bahkan tidak bisa berjalan hingga usia 8 tahun, badan kecil dan tidak bisa memiliki keturunan karena impoten. Contoh lainnya Firaun Tutankhamun yang terlahir sumbing sebagian, dan memiliki cacat pada kakinya.
Lantas mengapa hubungan inses tetap dilakukan? Mengapa raja-raja mengecualikan diri mereka dari rakyat jelata?
Menurut profesor ilmu klasik Universitas Stanford, Walter Scheidel, salah satu alasannya adalah "inses membedakan mereka". Hubungan inses kerajaan terjadi terutama di masyarakat di mana penguasa memiliki kekuasaan yang luar biasa dan tidak ada tandingannya.
Mereka merasa seperti para dewa, mengingat kisah para dewa yang suka mengawini saudara perempuan mereka sendiri, begitu pula para bangsawan. "Walau mereka mengetahui risikonya, tapi mereka memilih untuk mengabaikannya."