Perang Yom Kippur, Ketika Mesir dan Suriah Nyaris Unggul Lawan Israel

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 12 Oktober 2023 | 14:00 WIB
Pasukan Israel bersiap dalam Perang Yom Kippur tahun 1973. Informasi akan pecahnya perang muncul dari intelejen Israel yang melihat aktivitas latihan militer di dekat perbatasan Israel-Mesir dan Israel-Suriah. Perang ini membawa keunggulan Israel atas negara-negara Arab sekitarnya untuk kesekian kali. (IDF Spokesperson's Unit)

Nationalgeographic.co.id—Negara-negara Arab kehilangan kawasannya setelah Perang Enam Hari tahun 1967. Mesir kehilangan Semenanjung Sinai lagi, dan Suriah kehilangan Dataran Tinggi Golan. Keinginan mengembalikan kawasan digencarkan dalam Perang Arab-Israel Keempat atau disebut sebagai Perang Yom Kippur atau Perang Ramadan 1973.

Pada September 1967, negara-negara Arab bertemu dalam KTT Arab di Khartoum, Sudan. Delapan negara Arab seperti Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon, Irak, Aljazair, Kuawit, dan Sudan, mengeluarkan resolusi: melarang negara Arab mana pun untuk berdamai, mengakui, dan bernegosiasi dengan Israel.

Permusuhan setelah Perang Enam Hari meningkat. Presiden Mesir Anwar Sadat pada Desember 1970 memberi isyarat untuk "mengakui hak-hak Israel sebagai negara merdeka" dengan penarikan total dari Semenanjung Sinai.

Ini adalah pertama kalinya negara Arab melakukan perjanjian perdamaian dengan Israel. Tidak berhenti di sana, proposal tersebut memiliki perselisihan tentang perbatasan Israel-Mesir, terutama tentang Jalur Gaza. Israel yang dipimpin Perdana Menteri Golda Meir menolak, walau AS geram dengan tanggapan dingin itu.

Israel mengeklaim bahwa sebenarnya punya keinginan untuk mengembalikan Sinai ke Mesir dan Dataran Tinggi Golan ke Suriah pada 19 Juni, tak lama dari Perang Enam Hari. Pengembalian ini dengan satu syarat: Mesir dan Suriah harus berdamai dengan Israel.

Namun, keputusan ini tidak dipublikasikan dan disampaikan ke negara-negara Arab. Menteri Luar Negeri Israel Abba Eban mengatakan sudah, tetapi tidak punya bukti kuat. 

Kebuntuan ini menegangkan situasi pada 1973. Mesir menyelenggarakan latihan militer antara Mei dan Agustus 1973 di dekat perbatasan. Suriah pun mengikuti menjelang perang pecah di Dataran Tinggi Golan. Aktivitas ini pun diamati oleh intelijen Israel.

Israel mencurgai adanya indikasi peperangan, sebab jumlah unit lapisan baja dari Mesir dan Suriah bertambah. Warga sipil Uni Soviet segera meninggalkan Mesir dan Suriah, membuat Israel semakin terkejut dan yakin bahwa akan terjadi perang.

Pasukan Israel di Semenanjung Sinai yang bersiaga bila terjadinya pertempuran dari Mesir. Setelah Perang Enam Hari, Israel menguasai Semenanjung Sinai, membuat Mesir berambisi mendapatkannya kembali dalam Perang Yom Kippur. (Avi Simchoni/Israel Defense Forces)

Siang hari 6 Oktober 1973, militer Mesir yang berada di Terusan Suez menyerang pasukan Israel yang berada di Semenanjung Sinai. Penyerangan ini didukung dengan helikopter untuk menyeberangi terusan.

Tidak mau ketinggalan, Suriah juga melakukan penyerangan terhadap warga Israel di Dataran Tinggi Golan.

Perlu diingat bahwa perang pecah pada hari suci Yom Kippur di saat bersamaan dengan bulan suci Ramdan. Hari raya Yom Kippur, umat Yahudi berpuasa 25 jam lamanya sejak matahari tenggelam pada 10 Tishri dalam kalender mereka. Israel menjadikan Yom Kippur sebagai hari libur, membuat banyak unit tentara yang berada di kediamannya masing-masing.