Di sini, Israel tidak mampu menahan serangan Mesir, bahkan pertempuran tank berat terjadi. Hal ini membuat AS mengirimkan bantuan ke Israel atas perhatian dari Presiden Richard Nixon terhadap Perang Yom Kippur.
Barulah pada 15 Oktober, Israel melancarkan serangan balik, bahkan melintasi Terusan Suez di selatan. Pada kondisi ini, Tentara Ketiga Mesir terpisah dari pasukan lainnya dan terkepung.
Tentara yang berhasil diselamatkan setelah PBB mengeluarkan kesepakatan gencatan senjata pada 22 Oktober dan menghentikan Perang Yom Kippur. Mesir, Suriah, dan Israel sepakat untuk melakukan gencatan senjata, agar tidak menimbulkan korban jiwa lebih banyak.
Perang Yom Kippur menunjukkan keberhasilan awal perang pada Mesir, walaupun pada akhirnya kalah. Setelah perang selesai, Sadat bertemu dengan para pemimpin Israel untuk membangun perdamaian dalam Perjanjian Camp David tahun 1978.
Akan tetapi, keputusan ini dibenci oleh negara-negara Arab lainnya, kalangan fundamentalis Islam, mahasiswa Mesir, dan para aktivis kemerdekaan Palestina. Keputusannya inilah yang kelak menjadi alasan pembunuhan terhadapnya pada 1981.
"Salah satu aspek yang berpotensi berbahaya dalam Perang Yom Kippur adalah bahwa, dalam beberapa hal, konflik tersebut merupakan proksi dari Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Israel pada umumnya bersekutu dengan AS, dan Uni Soviet mendukung Mesir dan Suriah," McNamara berpendapat.
"Israel diketahui mempunyai senjata nuklir (meskipun kebijakannya tidak pernah mengakui hal tersebut). Dan ada ketakutan bahwa Israel, jika dipaksakan, akan memanfaatkannya. Perang Yom Kippur, meski penuh kekerasan, tetap tanpa menggunakan nuklir."