Nationalgeographic.co.id—Pada awal abad ke-20, Rusia berkonflik dengan Kekaisaran Jepang. Saat itu Kekaisaran Jepang juga baru mengalami kebangkitan terkait kepentingan di Korea dan melemahnya Tiongkok.
Selama beberapa dekade, negara-negara Eropa mendominasi di seluruh dunia. Bahkan kerajaan dan negara kecil seperti Belgia pun menguasai wilayah asing yang tak terhitung jumlahnya. Namun dominasi dan konsekuensi dari rasisme yang mengakar akhirnya mengusik diplomasi dengan Kekaisaran Jepang yang sedang bangkit itu.
Meskipun melakukan diplomasi dengan itikad buruk, Rusia masih yakin bahwa Jepang tidak akan pernah terlibat perang dengan mereka. Dan jika Kekaisaran Jepang melawan, mereka harus menghadapi dukungan “orang kulit putih Eropa” lainnya dalam memerangi “bahaya kuning”.
Rusia terbukti salah. Dengan pecahnya Perang Rusia-Jepang, dunia akan melihat betapa hebatnya militer Kekaisaran Jepang.
Awal mula Perang Rusia-Jepang
Asal mula Perang Rusia-Jepang dapat ditelusuri kembali ke Restorasi Meiji tahun 1868, sekitar empat dekade sebelum konflik tersebut. Sebelumnya, Kekaisaran Jepang berada dalam keadaan isolasionisme dan feodalisme di bawah Keshogunan Tokugawa selama ratusan tahun. Dengan Restorasi Meiji, Jepang berubah menjadi kekaisaran yang sangat modern dan maju hanya dalam sekejap.
Kekaisaran Jepang mengikuti model modernisasi, industrialisasi, dan reformasi politik barat. Hasilnya, mereka dengan cepat memantapkan dirinya sebagai kekuatan regional yang sedang berkembang, bebas dari pengaruh pemerintahan Eropa mana pun.
Dengan perubahan dramatis ini terjadilah perubahan dalam pandangan dunia. Ambisi nasional Kekaisaran Jepang mulai mencerminkan kekuatan-kekuatan besar dunia. Untuk mencapai prestise dan kemajuan dalam skala global, Jepang memerlukan koloni di luar negeri dan sumber daya alam.
Namun rupanya Kekaisaran Jepang terlambat melangkah. Pasalnya, sebagian besar wilayah di dunia telah “diklaim” oleh kekuatan dunia lain. “Pilihan ekspansi mereka pun semakin sedikit,” tulis Turner Collins di laman The Collector.
Oleh karena itu, Kekaisaran Jepang mengalami konflik dengan Rusia. Saat itu Rusia masih mempertahankan daratan luas yang membentang dari Baltik hingga Samudera Pasifik. Juga sedang dalam proses memperkuat kehadirannya di ujung timur perbatasannya.
Baik Kekaisaran Jepang maupun Rusia juga terlibat konflik terkait Korea dan Tiongkok timur laut, yang dikenal sebagai Manchuria. Pada titik ini, sejumlah besar rasisme juga memengaruhi cara pandang kedua negara terhadap wilayah tersebut.
Dalam kasus Rusia, Rusia sering kali menganggap dirinya sebagai benteng bagi Eropa. Hal ini didukung oleh ideologi “Bahaya Kuning” yang sangat rasis. Ideologi ini dianut oleh banyak kerajaan dan negara di Eropa saat itu.