Sejarah Dunia Kuno: Bagaimana Alexander Mendapat Gelar "Agung"-nya?

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 20 November 2023 | 09:00 WIB
Alexander Agung dalam sebuah detail mosaik.
Alexander Agung dalam sebuah detail mosaik. (Public Domain/Wikimedia Commons)

“Mungkin saja ia terkena racun, malaria, meningitis, sejenis kanker, atau sejumlah penyakit lainnya. Kita mungkin tidak akan pernah tahu,” jelas Hawitt.

Kekaisaran tidak siap dengan kematiannya. Tidak ada pewaris yang jelas dan segera situasi berubah menjadi perang saudara. Kisah periode penerusnya sangat panjang dan rumit, penuh dengan pengkhianatan.

Kekaisaran akhirnya terpecah menjadi beberapa kerajaan pada 306 SM. Yang paling penting adalah Antigonid di Yunani dan Makedonia yang didirikan oleh Demetrius Poliorcetes, Seleukia di Asia di bawah pimpinan Seleukia, dan Mesir di bawah pimpinan Ptolemeus.

Segera setelah kematiannya, warisan Aleksander menjadi hadiah untuk diperebutkan. Pada tahun-tahun berikutnya, semua penerus utama mencetak koin dengan ikonografi Aleksander, yang menunjukkan diri mereka sebagai pewaris sejati.

Gelar ‘Agung’ Aleksander

Aleksander Agung adalah salah satu tokoh paling ikonik sepanjang sejarah. Prestasi melegenda dan terus diingat bahkan hingga zaman modern.
Aleksander Agung adalah salah satu tokoh paling ikonik sepanjang sejarah. Prestasi melegenda dan terus diingat bahkan hingga zaman modern. (Charles Le Brun)

Memang benar bahwa Aleksander tidaklah sempurna. Dia gagal membangun stabilitas atau suksesi di kekaisarannya. Dia pemarah, paranoid, dan dikenal suka membunuh teman-temannya sendiri. 

Dia juga membakar kota-kota besar seperti Thebes dan Persepolis, melakukan perusakan budaya yang diratapi oleh para sejarawan hingga hari ini. Namun, menghilangkan gelar 'Agung' dari Aleksander pada saat ini adalah hal yang sia-sia.

Mengetahui jumlah pasukan Aleksander di Gaugamela, komandan, posisi, dan manuver mereka mungkin menarik, tetapi bukan di situlah letak nilai sejarah. 

“Bagi banyak orang, nilai sejarah terletak pada kemungkinan untuk merefleksikan diri, aspirasi, dan penolakan terhadap orang-orang yang datang sebelumnya,” jelas Hawitt.

Seorang sejarawan menggambarkan Aleksander sebagai "bejana yang bisa digunakan untuk menuangkan segala jenis anggur." 

Aleksander Agung adalah pelajaran moral yang potensial dalam banyak hal: tentang kesombongan, kekerasan, kesenangan, kekuasaan, seksualitas, toleransi, kepemimpinan, tanggung jawab, kehormatan, dan banyak lagi. Aleksander mungkin sudah lama meninggal, tapi kebesarannya masih tetap hidup.