Nationalgeographic.co.id—Mungkin tidak ada tokoh dunia dalam sejarah yang memiliki warisan sehebat Aleksander Agung. Dia adalah sang penakluk Kekaisaran Persia yang terkenal karena kehebatannya di medan tempur.
Warisannya yang abadi seolah hanya bisa disaingi oleh para nabi atau putra dewa yang diduga. Lantas, apa yang membuatnya menjadi 'Agung' lebih dari tokoh sejarah lainnya?
Penaklukan Aleksander dalam Sejarah Dunia Kuno
Aleksander Agung, atau Aleksander III dari Makedonia, lahir pada 355 SM. Ia dibesarkan di bawah bimbingan Aristoteles.
Ia mengambil alih kekuasaan pada 336 SM setelah pembunuhan ayahnya, yang mungkin saja melibatkan Aleksander atau tidak.
“Tindakan pertamanya adalah menumpas pemberontakan terhadap kekuasaannya di Yunani, yang berpuncak pada pembakaran kota Thebes di Yunani sebelum ia mengarahkan pandangannya ke kekaisaran Persia yang sangat besar,” tulis Nathan Hewitt, pada laman The Collector.
Operasi melawan Kekaisaran Persia membentang dalam rentang waktu yang panjang. Mencakup beberapa pertempuran paling legendaris di dunia kuno: Granicus, Issus, dan akhirnya Gaugamela.
Dalam rangka penaklukannya, Aleksander menguasai Mesir di mana ia mendirikan pondasi bagi beberapa kota terkenal, di antaranya adalah Alexandria.
Meskipun Raja Persia Darius III berhasil lolos dari pasukan Aleksander, akhirnya ia dikhianati dan tewas dibunuh oleh pasukannya sendiri. Aleksander kemudian menyerbu ibu kota Persia di Persepolis dan menghancurkannya menjadi puing-puing.
Aleksander mendirikan ibu kotanya sendiri di Babilonia. Dia terus menekan pemberontakan di Baktria dan Sogdiana serta dari para bangsawan Persia lainnya.
Dia juga melancarkan operasi ke India, bertempur dalam pertempuran besar di Hydaspes melawan Raja Porus. Namun akhirnya berhenti di Sungai Hyphasis dan enggan melangkah lebih jauh.
Pada saat ia berusia 32 tahun, Hewitt menjelaskan, “Aleksander telah mengatasi rintangan yang luar biasa dan membangun kekaisaran terbesar yang pernah ada di dunia.”
Perbuatannya saja sudah menjadi alasan yang jelas mengapa kita menganggapnya sebagai 'Yang Agung'. Belum cukup, ada lebih banyak warisan Aleksander selain kemampuannya memperluas perbatasan di peta.
Aleksander Sang Dewa
Pencapaian luar biasa Aleksander seakan tak jauh dari kesan ilahi. Konsep ketuhanan Aleksander memainkan peran penting dalam ideologi pribadinya dan warisannya, namun sulit untuk menentukan dari mana konsep tersebut pertama kali muncul.
Salah satu sumbernya adalah ibunya, Olympias. Hawitt menjelaskan, konon ibunya mengklaim bahwa Zeus adalah ayah sejati Aleksander. Pada malam konsepsinya, ia melihat kilat yang menyulut api.
“Penonton modern wajar meragukan klaim bahwa Raja Dewa Olympus adalah ayah sejati Aleksander, namun kepercayaan itu tentu ada selama hidup Aleksander,” jelas Hawitt.
Aleksander bahkan mempromosikan dan mendukung klaim tersebut. Mata uang Aleksander sering merujuk pada hubungannya dengan dewa-dewa atau pahlawan lain seperti Apollo, Heracles, dan Achilles.
Pada 327 SM, ia meminta beberapa sahabatnya untuk memberi hormat kepadanya seolah-olah dia adalah dewa yang hidup. Aleksander tidak hanya memupuk status istimewanya, tapi juga secara aktif menganiaya mereka yang menyangkalnya.
Kematian dan Suksesi Aleksander Agung
Pada 323 SM, Aleksander merencanakan ekspansi lebih lanjut ke Arab, Afrika Utara, dan mungkin ke daratan Eropa. Namun, pada Juni 323 SM, ia jatuh sakit dan meninggal beberapa hari kemudian.
“Mungkin saja ia terkena racun, malaria, meningitis, sejenis kanker, atau sejumlah penyakit lainnya. Kita mungkin tidak akan pernah tahu,” jelas Hawitt.
Kekaisaran tidak siap dengan kematiannya. Tidak ada pewaris yang jelas dan segera situasi berubah menjadi perang saudara. Kisah periode penerusnya sangat panjang dan rumit, penuh dengan pengkhianatan.
Kekaisaran akhirnya terpecah menjadi beberapa kerajaan pada 306 SM. Yang paling penting adalah Antigonid di Yunani dan Makedonia yang didirikan oleh Demetrius Poliorcetes, Seleukia di Asia di bawah pimpinan Seleukia, dan Mesir di bawah pimpinan Ptolemeus.
Segera setelah kematiannya, warisan Aleksander menjadi hadiah untuk diperebutkan. Pada tahun-tahun berikutnya, semua penerus utama mencetak koin dengan ikonografi Aleksander, yang menunjukkan diri mereka sebagai pewaris sejati.
Gelar ‘Agung’ Aleksander
Memang benar bahwa Aleksander tidaklah sempurna. Dia gagal membangun stabilitas atau suksesi di kekaisarannya. Dia pemarah, paranoid, dan dikenal suka membunuh teman-temannya sendiri.
Dia juga membakar kota-kota besar seperti Thebes dan Persepolis, melakukan perusakan budaya yang diratapi oleh para sejarawan hingga hari ini. Namun, menghilangkan gelar 'Agung' dari Aleksander pada saat ini adalah hal yang sia-sia.
Mengetahui jumlah pasukan Aleksander di Gaugamela, komandan, posisi, dan manuver mereka mungkin menarik, tetapi bukan di situlah letak nilai sejarah.
“Bagi banyak orang, nilai sejarah terletak pada kemungkinan untuk merefleksikan diri, aspirasi, dan penolakan terhadap orang-orang yang datang sebelumnya,” jelas Hawitt.
Seorang sejarawan menggambarkan Aleksander sebagai "bejana yang bisa digunakan untuk menuangkan segala jenis anggur."
Aleksander Agung adalah pelajaran moral yang potensial dalam banyak hal: tentang kesombongan, kekerasan, kesenangan, kekuasaan, seksualitas, toleransi, kepemimpinan, tanggung jawab, kehormatan, dan banyak lagi. Aleksander mungkin sudah lama meninggal, tapi kebesarannya masih tetap hidup.