Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah dunia, Napoleon Bonaparte dipuja sebagai pahlawan sekaligus tiran. Ia membawa Prancis bangkit dari puing-puing Revolusi menuju perdamaian dan stabilitas politik.
Pada saat yang sama, ia melakukan ekspansi militer yang pada puncaknya membuatnya menguasai sebagian besar Eropa. Ekspansi ini terjadi antara tahun 1809 dan 1811.
Selama 14 tahun sejak ia meniti karier, Josephine selalu ada di sisinya. Menilik dari surat cinta antara keduanya, kisah asmara Napoleon dan Josephine dianggap sebagai lambang romansa.
Sebagian sejarawan membantah mitos percintaan keduanya. Namun Ridley Scott, sutradara film Napoleon menyebut Josephine sebagai cinta sejati sang kaisar.
“Napoleon muncul untuk mengatur segalanya. Di saat yang sama, dia mengobarkan perang romantis dengan istrinya yang berzinah, Josephine. Napoleon Bonaparte menaklukkan dunia untuk mencoba memenangkan cintanya. Dan ketika tidak berhasil, dia menaklukkan dunia untuk menghancurkan sang pujaan hati. Napoleon pun menghancurkan dirinya sendiri dalam prosesnya,” kata Scott.
Benarkah Josephine adalah cinta sejati Napoleon? Apakah ia yang berzina? Apakah ambisi militer Napoleon didorong oleh hubungan asmara mereka?
Latar belakang Josephine, kekasih Napoleon Bonaparte yang terkenal dalam sejarah dunia
Wanita yang kemudian menjadi Josephine Bonaparte lahir sebagai Marie-Josèphe-Rose Tascher de la Pagerie pada 1763. Ia berasal dari keluarga pemilik perkebunan di Martinik yang dikuasai Prancis. Saat ia tumbuh, kekayaan keluarganya sedang menurun.
Pernikahan yang bermotif finansial membawanya ke Paris. Setelah suaminya meninggalkannya, Josephine mengembangkan keterampilan diplomatiknya. Dia menemukan jalannya ke lingkungan istana Prancis dan bertemu Napoleon pada tahun 1795. Saat itu, Josephine adalah pelacur termahal di Prancis.
Pada usia 32, dia 6 tahun lebih tua dari Napoleon Bonaparte. Josephine adalah seorang wanita bangsawan dan janda ibu dua anak yang dipenjara pada masa Pemerintahan Teror. “Ia berhasil lolos dari hukuman guillotine,” tulis Indi Bains di laman National Geographic.
Josephine dibebaskan setelah Pemerintahan Teror berakhir—tetapi bukannya tanpa konsekuensi. Sejarawan telah menulis tentang penderitaan mental ekstrem yang dideritanya selama dipenjara. Penderitaan itu akhirnya memengaruhi kesehatan mental dan perilakunya di kemudian hari. Kelak, Josephine boros, sering berselingkuh, dan memiliki kebutuhan akan rasa aman.
Persatuan yang saling membutuhkan dan menguntungkan