Nationalgeographic.co.id - Dalam film terbaru Studio Ghibli, The Boy and the Heron, kematian menjadi salah satu tema utamanya. Film ini juga menunjukkan bagaimana kematian dapat menjadi awal dari kehidupan baru.
Seekor burung kuntul muncul sebagai teman petualangan tokoh utama, Mahito. Kuntul yang dapat berbicara itu secara misterius menuntun anak muda 12 tahun dalam sebuah pencarian ibunya yang telah meninggal dalam Perang Pasifik di Jepang.
Film terbaru dari studio peraih Oscar ini mengambil inspirasi dari buku How Do You Live? tahun 1937 dan mitologi burung kuntul selama berabad-abad.
Faktanya, kuntul telah mengepakkan sayapnya ke dalam literatur, seni, dan mitologi Jepang selama lebih dari satu milenium. Bahkan, keberadaan kuntul dalam mitologi Jepang memiliki makna yang berbeda dibandingkan pada beberapa budaya lain.
Burung Kuntul dalam Mitologi Jepang
Burung kuntul, atau sagi dalam bahasa Jepang, biasanya terlihat berdiri dengan tenang di sungai, rawa-rawa, dan sawah. Ia memiliki bentuk yang mudah dikenali seperti kaki ramping dan panjang, leher melengkung, serta paruh yang runcing.
Penulis Jepang, Selena Takigawa Hoy, menjelaskan bahwa burung ini memiliki makna yang misterius. Ia dikaitkan dengan roh, dewa, kematian, dan hubungan dengan dimensi lain.
“Referensi pertama yang diketahui tentang kuntul dalam literatur Jepang mungkin ada di Kojiki,” kata Selena menukil Mariko Nagai, profesor literatur Jepang di Temple University Jepang.
Kojiki secara harfiah berarti "Catatan Hal-hal Kuno”, yang merupakan karya sastra tertua di Jepang, disusun pada tahun 712. Di dalamnya memuat sejumlah mitos penciptaan yang menjadi tulang punggung agama Shinto dan kisah mitologi di negara Jepang.
Dalam sebuah cerita, ketika seorang pangeran meninggal jauh dari rumah, jiwanya berubah menjadi seekor burung putih. Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai kuntul, para ahli menduga bahwa hal itu mungkin saja benar.
Kuntul putih yang memiliki penampilan mencolok, sering digambarkan dalam cerita dan cetakan ukiyo-e (balok kayu). Ia bertindak sebagai pembawa pesan para dewa atau melambangkan kemurnian dan transisi.