Di Balik Kendaraan Listrik Perkotaan, Pekerja Tambang Bertaruh Nyawa

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 2 Januari 2024 | 17:58 WIB
Mobil listrik di Indonesia tidak hanya bermasalah dari segi bahan baku produksinya, tetapi juga keselamatan pekerja tambang sumber daya penopang bahan bakarnya. Perlu ada solusi yang mengimbangi antara target Indonesia bebas karbon dan keselamatan kerja. (Ivan Radic/Flickr)

Nationalgeographic.co.id—Kerap kali kendaraan listrik dipromosikan sebagai inovasi baru yang lebih ramah lingkungan, karena menghasilkan polusi yang lebih sedikit dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil.

Hanya saja, kendaraan listrik memiliki harga yang lebih mahal karena bahan baku dan proses pembuatannya. Kendala lainnya, kendaraan listrik memiliki kecepatan tertinggi yang lebih lambat, bahkan jika dibandingkan dengan kendaraan bertenaga gas.

Rendahnya kecepatan tinggi tersebut disebabkan kemampuan kendaraan listrik untuk menghemat konsumsi baterai. Semakin cepat melesat, baterai menjadi lebih boros dan harus cepat-cepat diisi ulang kembali di stasiun listrik terdekat.

Di Indonesia, agar menopang kebutuhan dan meningkatkan daya minat beli, pemerintah berinvestasi membangun infrastruktur yang menunjangnya dan mempromosikan kendaraan listrik. 

Menurut laporan 18 April 2023 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) memiliki 842 unit yang tersebar di 488 lokasi. Pemerintah bahkan terus meningkatkan jumlah SPKLU dengan memberi izin lingkungan kepada pengusaha.

Pemerintah juga mempromosikan kendaraan listrik agar lebih banyak dipakai menggunakan berbagai keuntungan bagi penggunanya. Keuntungan tersebut antara lain seperti pengecualian pajak dan kebal ganjil genap di Jakarta.

Peningkatan daya beli kendaraan listrik ini bukan tanpa sebab. Pemerintah Indonesia meyakini, penggunaan kendaraan listrik pribadi dengan beralih dari konvensional membantu Indonesia mencapai target nol emisi karbon pada 2060.

Target ini merupakan komitmen Indonesia dalam Konferensi Penandatanganan (COP) 26 di Glasgow pada 2021. Pertemuan itu menyepakati untuk mengurangi pencemaran karbon di udara yang diimbangi usaha penyerapan karbon.

Penyetaraan daya serap dan daya penghasilan karbon atau disebut sebagai Emisi Nol Bersih harus dilakukan. Pasalnya, karbon adalah salah satu gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim. 

Promosi kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dengan sedikit polusi yang dihasilkan ini pula yang mendorong banyak orang berminat membeli. Survey pembeli kendaraan pribadi berbahan bakar listrik mayoritas berasal dari Jabodetabek dan kota-kota besar lainya seperti Medan, Semarang, dan Surabaya.

Kecelakaan pekerja pertambangan bahan baku

Kendaraan listrik lebih sering dikritik karena emisi yang dihasilkannya dalam proses produksi justru sangat besar. Kendaraan listrik memerlukan nikel, kobalt, tembaga, dan mangan.