Di Balik Kendaraan Listrik Perkotaan, Pekerja Tambang Bertaruh Nyawa

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 2 Januari 2024 | 17:58 WIB
Mobil listrik di Indonesia tidak hanya bermasalah dari segi bahan baku produksinya, tetapi juga keselamatan pekerja tambang sumber daya penopang bahan bakarnya. Perlu ada solusi yang mengimbangi antara target Indonesia bebas karbon dan keselamatan kerja. (Ivan Radic/Flickr)

Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia, sebagian besar tersebar di wilayah Pulau Sulawesi. (Tribun Sultra)

Agar mendapatkan bahan baku tersebut, penambangan harus dilakukan di kawasan yang kaya mineral seperti di Pulau Obi, Maluku Utara dan Konawe, Sulawesi Tenggara. Indonesia, sebagai produsen nikel terbesar di dunia, mencapai produksi nikel sebesar 1,6 juta megaton. Angka ini naik 54 persen setiap tahunnya, dikutip dari Kitco.

Menurut laporan Kementerian ESDM sepanjang dari 2015-2021, tren kecelakaan pekerja pertambangan nikel cenderung menurun. Meski demikian, keselamatan pekerja nikel patut menjadi sorotan. Desember lalu, misalnya, smelter nikel di Morowali, Sulawesi Tengah meledak dan menewaskan 20 pekerja.

Ada pun, rencana berbahaya untuk mendapatkan bahan baku muncul dari pembahasan tahun lalu yang ditunda. Pembahasan itu berencana untuk menjadikan kawasan laut bebas bisa menjadi tempat penambangan nikel di dasar laut. Rencana ini mendapat kritik keras dari pemerhati lingkungan.

Supaya menopang mobil listrik, pasokan listrik di Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan. Sementara di Indonesia sendiri, sumber utama listrik berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), diikuti Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dari sumber data yang sama dengan rentang 2017-2021, angka pasokan sumber daya listrik, terutama tenaga uap, semakin banyak.

Listrik tenaga uap sendiri bersumber dari batu bara, bahan bakar dari fosil tumbuhan yang umumnya berasal dari Zaman Karbon (340 juta tahun lalu). Energi ini diperoleh dengan proses penambangan, seperti bahan baku untuk membuat baterai mobil listrik.

Mengutip Our World in Data, angka kematian produksi listrik bersumber batu bara adalah yang terbesar dibandingkan sumber daya lain. 32.72 persen kematian berasal dari produksi lignit (brown coal), diikuti oleh batu bara (coal) sebesar 24,26 persen.

Dari data tersebut, sangat mungkin jika semakin banyaknya penggunaan kendaraan listrik berdampak pada masalah keselamatan pekerja sektor batu bara, terutama di Indonesia.

Pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu industri penghasil karbon dioksida terbesar. (Kodda/Thinkstock)

Belum lagi, dalam laporan Al Jazeera, permasalahan lainnya bagi pekerja tambang seperti batu bara dan nikel adalah upahnya yang rendah dan tidak sepadan dengan risikonya. Permasalahan kesejahteraan juga menjadi penyebab terjadinya kericuhan pekerja nikel pada Januari 2023.

Masalah pekerja bisa berimbas pada investasi