Ketika Milo mencoba membelah batang pohon dengan tangan kosong, tangannya terjebak di celah pohon. Tidak dapat membebaskan dirinya, dia kemudian diserang dan dimakan oleh serigala.
Kisah ini, meski mungkin tidak benar, mencerminkan sifat keberadaannya yang lebih besar dari kehidupan, menggambarkannya sebagai sosok yang memiliki kekuatan luar biasa bahkan di saat-saat terakhirnya.
Ia dikenang tidak hanya karena prestasinya yang tak tertandingi dalam gulat tetapi juga karena mewujudkan cita-cita keunggulan fisik dan disiplin atletik yang sangat dihargai dalam budaya Yunani kuno.
Milo menjadi simbol potensi kekuatan manusia dan upaya mencapai keunggulan. Selama berabad-abad setelah kematiannya, para atlet di Yunani dan sekitarnya memandangnya sebagai teladan yang patut ditiru.
Dedikasinya untuk meningkatkan kekuatannya secara progresif dan pendekatan strategisnya terhadap gulat meletakkan prinsip-prinsip dasar yang terus dipatuhi oleh para atlet.
Legenda Milo juga berfungsi sebagai pengingat akan akar yang dalam dari olahraga kompetitif dan sejarah panjang ketertarikan umat manusia terhadap kekuatan fisik dan mental.
Kekuatan dan kematian Milo yang legendaris telah menjadi subjek seni dan sastra modern. Kematiannya adalah subjek populer dalam seni abad ke-18.
Dalam banyak gambar, pembunuhnya digambarkan sebagai singa, bukan serigala. Dalam patung Pierre Puget, Milo of Croton (1682), temanya adalah hilangnya kekuatan seiring bertambahnya usia dan sifat kejayaan fana yang dilambangkan dengan piala Olimpiade yang tergeletak di dalam debu.
Kematiannya juga digambarkan dalam lukisan abad kedelapan belas oleh Joseph-Benoît Suvée dan karya seni oleh pelukis Irlandia abad kedelapan belas, James Barry.