Tanggapan AMAN tentang Janji Pilpres 2024 untuk Masyarakat Adat

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 24 Januari 2024 | 09:11 WIB
Potret orang Sasak di Desa Adat Bayan, Lombok. Persoalan masyarakat adat dibahas dalam debat Pilpres Keempat oleh para cawapres. Apakah keadilan masyarakat adat dipedulikan dalam janji-janji politik mereka? (Syafiudin Vifick/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Para calon wakil presiden beradu gagasan dan argumen dalam Debat Pilpres 2024 Keempat, Minggu, 21 Januari 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Debat kali ini mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

Sebagai salah satu topik bahasan, kalangan adat memiliki peran penting dalam penanggulangan krisis iklim, namun keberadaannya rentan akibat pembangunan.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menanggapi visi dan misi, serta apa yang dijanjikan para kandidat dari debat para cawapres kemarin. Dia juga menjadi salah satu panelis dalam acara Debat Pilpres 2024 keempat yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Mereka juga itu adalah calon pemimpin bangsa kita ke depan. Jadi mereka wajib—terlepas dari siapa mereka mereka—wajib peduli dan memprioritaskan masyarakat adat karena kami masyarakat adat juga rakyat indonesia," kata Rukka saat dihubungi National Geographic Indonesia.

Tobat Ekologis Cak Imin

Rukka menyoroti perkataan calon wakil presiden dari nomor urut 01 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengenai kritik terhadap pemerintah hari ini. Cak Imin mengungkapkan, baju adat sekadar dipakai pemerintah setahun sekali, seperti upacara peringatan hari kemerdekaan pada 17 Agustus.

Pemakaian baju adat itu terkesan seremonial dan menunjukkan sikap pemerintah yang terkesan menghargai komunitas adat secara visual. Namun, nyatanya, sikap pemerintah yang ada saat ini tidak memberikan perhatian dan mengakui hak masyarakat adat.

"Menurut saya," terang Rukka "kalau yang paham konteks tentang baju adat itu pasti tahu rasanya, bagaimana baju adat digunakan hanya sebagai hiasan yang superfisial dipermukaan."

Akan tetapi, yang perlu dikritisi dari Cak Imin adalah mengenai "tobat ekologis." Rukka mempertanyakan apakah tobat yang dimaksud juga termasuk pemulihan masyarakat adat dan memperkuat perannya dalam konservasi, termasuk secara hukum.

Masyarakat adat punya kemampuan dalam pemulihan lingkungan seperti sasi (masa di mana suatu kawasan tidak boleh dimanfaatkan), dan ritual yang berhubungan pelestarian alam lainnya. Oleh karena itu, rencana perbaikan lingkungan "tobat ekologis" memerlukan pendalaman. 

Dalam pengamatan Rukka di AMAN, pasangan Anies dan Muhaimin dalam visi dan misinya lebih banyak berbicara tentang perlindungan hak dasar seperti air bersih, pangan, pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Masyarakat adat Biak Karon melakukan tarian pembuka menjelang pembukaan Festival Munara Beba Byak Karon. Festival ini berisi rangkaian adat untuk mengingat kembali tradisi orang Biak yang nyaris terlupakan generasi muda, sekaligus melindungi alam bawah laut. (Garry Lotulung)