Tanggapan AMAN tentang Janji Pilpres 2024 untuk Masyarakat Adat

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 24 Januari 2024 | 09:11 WIB
Potret orang Sasak di Desa Adat Bayan, Lombok. Persoalan masyarakat adat dibahas dalam debat Pilpres Keempat oleh para cawapres. Apakah keadilan masyarakat adat dipedulikan dalam janji-janji politik mereka? (Syafiudin Vifick/National Geographic Indonesia)

Calon wakil presiden nomor urut 03, Mahfud MD berencana untuk memulihkan peran masyarakat adat. Dia, bersama calon presiden Ganjar Pranowo, berencana mendisiplinkan strategi pemerintah dan aparat penegak hukum di lapangan terkait isu lingkungan dan masyarakat adat.

Kepada masyarakat adat, Mahfud MD juga berjanji untuk memenuhi kebutuhan administrasi seperti KTP yang kerap menjadi hambatan. Dengan cara ini, pasangan ini hendak menyelesaikan permasalahan kepemilikan tanah yang kerap tumpang tindih antara tambang, hutan tanaman industri (HTI), dan milik masyarakat adat.

Masyarakat Sedulur Sikep Kendeng yang menyemen kakinya di Istana Merdeka tahun 2016 sebagai bentuk protes untuk menghentikan aktivitas pembangunan pabrik Semen. (AMAN)

Menurut Rukka, rencana ini bisa menjadi pintu masuk yang efektif untuk memulihkan masyarakat adat. Belum lagi, Mahfud diketahui pernah terlibat dalam Putusan MK No. 35 tahun 2012 yang membedakan antara hutan adat dan hutan negara.

Hanya saja, rencana pemulihan peran masyarakat adat yang ada ini cukup berat sehingga memerlukan reformasi hukum. "Jadi, kalau Ganjar dan Mahfud ingin memperbaiki situasi carut-marut hukum dan perizinan legalitas dan apa yang legal maupun ilegal, memang enggak ada pilihan lain selain merevisi Undang-undang Cipta Kerja," kata Rukka.

"Itu yang tidak mereka sebutkan tadi malam. Padahal kata kunci itu yang semestinya di-mention," tambahnya. "Kalau bisa dilaksanakan, bereskan pengakuan Undang-Undang Masyarakat Adat, bikin kelembagaannya, kemudian reformasi hukum dan bereskan perizinan itu."

Belum lagi, Ganjar yang sebelumnya adalah gubernur Jawa Tengah menghadapi isu pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Selama 2013-2016, masyarakat adat Sedulur Sikep yang tinggal di sekitar pegunungan tersebut menolak keberadaan pabrik semen.

Namun, Ganjar berdalih bahwa polemik pabrik semen terjadi karena arahan dari pemerintah pusat. Dia juga menyebutkan bahwa izin pabrik tersebut sudah ada sebelum dirinya menjabat gubernur. Padahal, sebagai gubernur, dirinya bisa berpihak kepada masyarakat adat untuk mencabut perizinan di pengadilan.

Rukka mengharapkan, dengan terwujudnya penguatan adat seperti melalui RUU Masyarakat Adat bisa berdiri lembaga independen dan permanen. Lembaga ini menjadi komisi nasional yang diharapkan membantu pemerintah untuk menerapkan upaya pemberdayaan hak masyarakat adat.

Bukan Sekadar Janji Pemilu

Lebih lanjut, Rukka menginginkan berbagai komitmen dan janji yang ditawarkan dalam visi, misi, kampanye, dan debat para kandidat, harus diterapkan. Perubahan nasib masyarakat adat sangat dibutuhkan melalui hukum yang lebih berpihak, dan merevisi peraturan yang mendiskriminasi.

"Perizinan-perizinan yang ada di atas wilayah adat, praktik-praktik ilegal di wilayah adat yang sudah menghancurkan nasib masyarakat adat, bereskan, dikembalikan ke masyarakat adat, dan masyarakat adat dipulihkan. Jelas, masyarakat adat tidak ingin lagi menjadi korban pembangunan negeri ini," pungkas Rukka.