Nationalgeographic.co.id—Tradisi budaya Mesir kuno benar-benar merupakan tempat yang aneh, yang keyakinan dan praktiknya sangat berbeda di zaman modern. Salah satunya adalah kebiasaan para firaun melakukan praktik perkawinan sedarah dalam sejarah Mesir kuno.
Sekilas, praktik ini mungkin tampak tidak biasa, bahkan tabu, bagi zaman modern. Namun, dalam konteks kebudayaan Mesir kuno, hal ini berakar kuat pada keyakinan agama, strategi politik, dan norma-norma masyarakat.
Memahami Keyakinan Agama Mesir Kuno
Dalam sejarah Mesir kuno, agama bukan sekadar aspek kehidupan. Para firaun, baik sebagai penguasa maupun wakil dewa di bumi, merupakan tokoh sentral dalam lanskap keagamaan ini.
Tindakan, pilihan, dan bahkan hubungan pribadi mereka dilihat dari sudut pandang agama, termasuk pernikahan mereka.
Jajaran dewa-dewa dalam sejarah Mesir kuno memberikan inspirasi bagi para firaun. Di antara banyak sekali kisah para dewa, kisah Osiris dan Isis menonjol.
Dewa dan dewi ini bukan hanya kakak dan adik, tapi juga pasangan yang berbakti. Kasih mereka melambangkan kesatuan, kekuatan, dan tujuan ilahi.
Osiris, dewa akhirat, dan Isis, dewi sihir dan keibuan, bersama-sama mewakili siklus kehidupan dan kematian, kelahiran kembali, dan regenerasi.
Persatuan mereka merupakan bukti gagasan bahwa cinta dan kemitraan dapat melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh alam.
Bagi para firaun, meniru hubungan ilahi ini adalah cara untuk menyelaraskan diri mereka dengan para dewa, menarik kesejajaran antara pemerintahan mereka di dunia dan pemerintahan abadi para dewa.
Lebih jauh lagi, konsep Ma'at, prinsip kebenaran, keseimbangan, dan tatanan kosmis Mesir kuno, memainkan peran penting dalam keputusan para firaun untuk menikahi saudara perempuan mereka.