Seorang saudara perempuan ratu, yang tumbuh di lingkungan yang sama dan berbagi pendidikan yang sama, lebih mungkin menjadi sekutu terpercaya, memastikan bahwa keputusan dan kebijakan firaun didukung dan dilaksanakan tanpa perselisihan.
Selain itu, pernikahan saudara kandung ini merupakan wujud komitmen Firaun terhadap tradisi dan stabilitas di depan umum.
Dalam masyarakat di mana perubahan dapat dipandang dengan kecurigaan, terutama jika hal itu berkaitan dengan pemerintahan ilahi, mengikuti praktik yang sudah ada akan memperkuat legitimasi firaun.
Hal ini mengirimkan pesan yang jelas kepada masyarakat dan calon musuh, firaun bukan hanya salah satu dewa terpilih tetapi juga penjaga tradisi yang dihormati sejak lama.
Bagaimana dengan Masyarakat Umum di Mesir Kuno?
Bagi rata-rata orang Mesir, pernikahan para firaun dengan saudara perempuan mereka dianggap sebagai mandat ilahi, sebuah cerminan dari persatuan para dewa dan dewi di alam surgawi.
Namun, jika menyangkut masyarakat awam, pernikahan saudara kandung bukanlah hal yang biasa. Meskipun struktur keluarga yang erat dan perkawinan dalam keluarga besar adalah hal biasa, ikatan saudara kandung jarang terjadi dan tidak dianjurkan.
Perbedaan antara praktik kerajaan dan praktik umum sangat jelas, dan dapat dipahami bahwa hak istimewa dan tanggung jawab tertentu hanya dimiliki oleh firaun karena status keilahiannya.
Secara budaya, orang Mesir kuno sangat menekankan garis keturunan, warisan, dan ikatan kekeluargaan. Keluarga adalah landasan masyarakat, dan praktik-praktik yang memperkuat ikatan keluarga didorong.
Dari sudut pandang genetik, keturunan yang dihasilkan dari perkawinan kerabat dekat memiliki risiko lebih tinggi untuk mewarisi kelainan genetik resesif.
Hal ini karena kerabat dekat lebih mungkin membawa gen resesif yang sama. Ketika kedua orang tua mewariskan salinan gen tersebut, anak tersebut dapat menunjukkan kelainan terkait.
Dari generasi ke generasi, jika perkawinan campur terus berlanjut, kemungkinan munculnya kelainan genetik ini akan semakin besar.