Di Balik Tradisi Perkawinan Sedarah dalam Sejarah Mesir Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Kamis, 25 Januari 2024 | 14:00 WIB
Perkawinan sedarah antar firaun menjadi sebuah tradisi budaya dalam sejarah Mesir kuno. (History Skills)

Dengan menjaga garis keturunan bangsawan tetap murni, mereka percaya bahwa mereka menjunjung tinggi Ma'at, memastikan keseimbangan kosmik tetap tidak terganggu.

Setiap penyimpangan dari praktik ini berpotensi mengundang kekacauan, mengganggu keseimbangan antara alam dewa dan manusia.

Selain itu, kuil-kuil, yang merupakan pusat aktivitas keagamaan di Mesir kuno, sering kali menggambarkan firaun dan ratunya dalam wujud dewa, sehingga semakin memperkuat gagasan bahwa mereka berstatus seperti dewa.

Penggambaran ini bukan sekadar ekspresi artistik; itu adalah penegasan visual dari garis keturunan ilahi para firaun dan tugas suci mereka untuk menegakkan tradisi yang ditetapkan oleh para dewa.

Motivasi Politik Pernikahan Kakak-Adik

Posisi firaun, tidak kebal terhadap tantangan, baik dari dalam keluarga kerajaan maupun dari pihak luar. 

Menikahi saudara perempuan dalam sejarah Mesir kuno merupakan manuver politik yang cerdik dan memiliki banyak manfaat.

Yang pertama dan terpenting, perkawinan ini memastikan garis suksesi yang jelas dan tidak terbantahkan.

Di mana perebutan kekuasaan dan klaim takhta dapat menyebabkan kerusuhan sipil atau bahkan perang, mempertahankan garis keturunan dalam keluarga dekat dapat meminimalkan potensi perselisihan.

Seorang putra yang lahir dari persatuan antara firaun dan saudara perempuannya dipandang memiliki darah bangsawan paling murni, sehingga klaimnya atas takhta tidak dapat disangkal.

Selain itu, menikah dalam keluarga akan mengkonsolidasikan kekuatan dalam sejarah Mesir kuno. Dengan mencegah aliansi dengan keluarga berpengaruh lainnya, firaun memastikan bahwa pusat kekuasaan tetap berada di garis keturunan langsung.

Pernikahan eksternal dapat menghasilkan aliansi, namun hal ini juga menimbulkan risiko perpecahan loyalitas atau potensi keluarga eksternal untuk mengumpulkan pengaruh yang cukup untuk menantang takhta.