Mereka mengungkap kompleksitas hubungan diplomatik antara Mesir dan negara-negara tetangganya, termasuk Kekaisaran Het, Babilonia, Asyur, Mitanni, dan berbagai negara kota Kanaan.
Korespondensi ini menunjukkan bagaimana Mesir mengarahkan kebijakan luar negerinya dan mempertahankan pengaruhnya terhadap negara-negara bawahannya selama masa persaingan dan konflik regional.
Surat Amarna terdiri dari lempengan tanah liat bertuliskan paku, sistem penulisan yang banyak digunakan di Timur Dekat kuno.
Koleksi ini terdiri dari sekitar 380 tablet, kondisinya bervariasi dari lengkap hingga terpisah-pisah dalam catatan sejarah Mesir kuno.
Bahasa yang paling banyak digunakan dalam surat-surat ini adalah Akkadian. Bahasa ini merupakan lingua franca diplomatik pada saat itu, meskipun beberapa tablet juga menggunakan bahasa dan aksara lain, termasuk Hurrian dan Het.
Secara fisik, tablet ini berukuran kecil, sebagian besar seukuran smartphone modern, meski ada pula yang lebih besar.
Mereka terbuat dari tanah liat, yang meskipun masih lentur, ditulisi dengan stylus buluh. Setelah penulisan selesai, tablet-tablet tersebut dikeringkan, sehingga teksnya terawetkan selama ribuan tahun.
Aksara yang digunakan adalah tulisan paku, yang ditandai dengan tanda-tandanya yang berbentuk baji, yang ditempelkan pada tanah liat.
Bentuk tulisan ini cocok untuk berbagai bahasa di dunia kuno dan merupakan media untuk beragam teks, mulai dari literatur hingga dokumen hukum.
Isi Surat Amarna dalam Sejarah Mesir Kuno
Sebagian besar bersifat diplomatik, mencakup berbagai topik yang mengungkapkan keprihatinan dan prioritas para penguasa kuno dan negara mereka.
Sebagian besar surat-surat tersebut berisi permintaan bantuan dan dukungan militer, yang mencerminkan iklim politik bergejolak pada saat itu.