Nationalgeographic.co.id—Tanis pernah menjadi kota metropolitan yang berkembang dan pusat keagamaan penting di sejarah Mesir kuno. Namun, hilangnya kota tersebut serta misteri seputar lokasinya telah menjadikannya bahan spekulasi dan perdebatan di kalangan sejarawan dan arkeolog.
Tanis kini terkubur di bawah lapisan pasir dan waktu, kemegahannya berubah menjadi reruntuhan. Kuil, istana, dan makamnya menjadi saksi kehidupan dan kematian beberapa firaun paling berpengaruh di sejarah Mesir kuno.
Tanis dikenal dengan banyak nama. Orang Mesir kuno menyebutnya sebagai Djanet. Dalam Alkitab Ibrani, disebut sebagai Zoan.
Terletak di delta Nil di timur laut, kota ini pernah menjadi ibu kota pada Dinasti ke-19 dan 21, periode waktu yang berlangsung dari abad ke-13 hingga ke-8 SM
Lokasi kota yang strategis di dekat Laut Mediterania dan Sungai Nil menjadikannya pusat perdagangan yang ramai.
Kota ini juga merupakan pusat keagamaan penting, yang menampung kuil dewa Amun, salah satu dewa terpenting dalam jajaran dewa Mesir.
Kemegahan kota tercermin dalam arsitekturnya, dengan kuil, istana, dan makam megah menghiasi lanskapnya.
Tanis adalah rumah bagi beberapa firaun berpengaruh, termasuk Psusennes I dan Shoshenq I, yang berperan penting dalam membentuk lanskap budaya dan politik kota.
Pemerintahan mereka menandai periode yang relatif stabil dan makmur, dengan kemajuan signifikan dalam bidang seni, arsitektur, dan sastra.
Makam para firaun ini penuh dengan harta karun dan artefak, memberikan gambaran sekilas tentang kemewahan zaman itu.
Namun, keunggulan kota ini mulai berkurang menjelang akhir Dinasti ke-21, seiring dengan berpindahnya kekuasaan politik ke wilayah lain.