Sejarah Dunia: Ketika Pertempuran Nanjing Menjadi 'Holocaust Tiongkok'

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 21 Februari 2024 | 09:00 WIB
Tentara Jepang menduduki Nanjing pada bulan Desember 1937. (Via The Collector)

Invasi dan Pertempuran Nanjing

Pemimpin Jepang, Jenderal Iwane Matsui ( depan) dan Pangeran Asaka berkendara ke Nanjing tak lama setelah direbut. (Via The Collector)

Setelah tidak menerima kabar tentang penyerahan kota pada batas waktu yang telah ditentukan, pasukan Kekaisaran Jepang mulai menyerang kota dari semua sisi.

Jenderal Tang Shengzhi, yang tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan kota, memerintahkan pasukannya untuk mundur. Tepatnya pada tanggal 12 Desember ketika kota itu menghadapi tembakan artileri dan pengeboman.

Menurut Madison, mundurnya pasukan Tiongkok segera menjadi bencana. “Tentara Tiongkok melakukan apapun yang mereka bisa untuk berbaur dengan penduduk sipil, bahkan sampai melucuti pakaian dan harta benda mereka.”

Dalam upaya untuk melarikan diri, Madison menambahkan, “banyak tentara Tiongkok yang ditembak oleh unit pengawas mereka.”

Pada tanggal 13 Desember, pasukan Angkatan Darat Jepang divisi ke-6 dan ke-116 berhasil menembus tembok kota. Mereka hanya mendapat sedikit perlawanan.

Saat memasuki kota, Madison menjelaskan, “pasukan Jepang mulai mengejar pasukan Tiongkok yang melarikan diri, sebagian besar di sebelah utara kota.”

Pasukan Tiongkok, menurut sebagian besar laporan, menghadapi pembantaian habis-habisan dan sepihak selama hari-hari terakhir perlawanan. 

Namun, beberapa sejarawan Jepang berpendapat bahwa tindakan Jepang dapat dibenarkan sejauh orang Tiongkok masih menjadi ancaman besar bagi Angkatan Darat Jepang.

Operasi "pembersihan" pertempuran ini juga berlaku bagi para pengungsi yang tetap tinggal di Zona Keselamatan Nanjing. Sementara penduduk kota yang kaya berhasil melarikan diri, mereka yang melarat harus tetap menghadapi kebrutalan Jepang.

Kehancuran Nanjing