Nationalgeographic.co.id—Jatuhnya Singapura pada tahun 1942 adalah salah satu momen paling penting dalam sejarah Perang Dunia II.
Peristiwa ini menandai momen penting ketika kekuatan kolonial Barat dikalahkan oleh Jepang, dan merupakan pukulan besar bagi moral Inggris.
Strategi Singapura
Pada tahun 1941, Inggris telah berperang dengan Nazi Jerman selama hampir dua tahun. Banyak sumber daya kekaisaran diinvestasikan untuk melindungi Inggris dari serangan.
Oleh karena itu, Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, mengetahui bahwa wilayah di luar negeri akan sangat rentan jika negara lain menyerang wilayah tersebut.
Wilayah Inggris di Singapura (Asia Tenggara) merupakan sumber daya ekonomi penting bagi upaya perang Inggris. Namun letaknya jauh dan berpotensi rentan.
Secara khusus, meningkatnya ancaman Kekaisaran Jepang di wilayah tersebut membuat Churchill gelisah.
Maka, pada tahun 1941, militer Inggris memutuskan untuk mengerahkan kekuatan besar ke Singapura untuk mencegah serangan Jepang.
Strategi ini dikenal sebagai Strategi Singapura. Melibatkan penempatan sejumlah besar pasukan di Singapura untuk melindungi Malaya dan Timur Jauh.
Strategi ini telah menjadi landasan kebijakan pertahanan Inggris di kawasan ini sejak tahun 1920an. Hal ini melibatkan penggunaan Singapura sebagai pangkalan angkatan laut untuk memproyeksikan kekuatan Inggris di Timur Jauh.
Harapannya adalah dengan mengerahkan pasukan dan kapal di Singapura, Jepang akan dicegah melancarkan serangan apa pun terhadap wilayah Inggris.
Namun, kota ini memiliki pertahanan alam yang buruk. Letaknya di sebuah pulau kecil di ujung selatan Malaya, dan dikelilingi perairan dangkal.