Nationalgeographic.co.id—Kisah tentang perempuan-perempuan Indonesia di abad ke-19 memang menakjubkan. Mereka menyuarakan hak-hak yang direnggut oleh stereotip kolonial, hingga mengubahnya menjadi seperti sekarang.
Banyak tokoh-tokoh perempuan di abad itu, lewat perjuangannya, mereka dapat menempatkan perempuan pada posisi yang tak lagi dipandang sebelah mata. Selain Kartini, tokoh satu ini sama-sama menginspirasi.
Ya, ia adalah Rohana Kudus. Pejuang perempuan yang dikenal brilian, cerdas, dan tangguh. Bahkan bakat alamiahnya sudah muncul sejak usianya masih dini. Melalui kejeniusannya, ia memperjuangkan hak perempuan lewat pengajaran dan pengetahuan.
Rohana Kudus lahir di Koto Gadang Bukittinggi, Sumatera Barat pada 20 Desember tahun 1884. Ia merupakan putri dari pasangan Muhammad Rasyad Maharaja Sutan dan Kiam. Ayahnya merupakan seorang jurnalis hebat di zamannya.
Menariknya, "Rohana Kudus merupakan saudara sebapak dengan dengan Soetan Sjahrir," tulis Silfia Hanani dalam jurnal Marwah berjudul Rohana Kudus dan Pendidikan Perempuan, terbitan tahun 2011.
Soetan Sjahrir (EYD: Sutan Syahrir) sebagaimana tercatat dalam sejarah, merupakan tokoh intelektualis dan revolusioner Indonesia di abad ke-20. Ia bahkan tercatat sebagai perdana menteri termuda di dunia pada tahun 1945 di usia 36 tahun.
Barangkali, marwah perjuangan Sjahrir terilhami dari Rohana Kudus yang sejak kecil mulai terampil dan cerdas. Perjalanan masa kecil Rohana Kudus cukup panjang, di mana ia menghabiskan masa kecilnya di Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat.
Pada usia 6 tahun, Rohana sempat dijadikan anak angkat oleh Jaksa Alahan Panjang. Dalam usia-usia itu, ia mendapatkan banyak pelajaran hidup, pendidikan keagamaan dan keterampilan yang diajarkan istri sang Jaksa.
Berkat pendidikan yang diberikan ibu angkatnya itu pula Rohana menjadi pandai membaca. Satu fenomena menarik, di mana pada abad itu ia telah mengalahkan situasi pendidikan yang sangat terbelakang. Apalagi di Alahan Panjang yang masih minim pendidikan maju.
Tamar Djaja dalam bukunya yang berjudul Rohana Kudus Riwayat Hidup dan Perjuangannya (1980), menyebut bahwa "waktu itu di Alahan Panjang belum ada sekolah rakyat, belum ada anak-anak bersekolah, hanya ada sekolah kecil saja."
"Setiap waktu, Rohana membaca dengan suaranya yang lantang kadang-kadang melengking sampai asyiknya. Buku-buku yang ada di rumah habis dibacanya, karena rajin membaca itulah ia segera mengerti," imbuhnya.