Rohana Kudus, Guru Perempuan dan Membuka Sekolah Saat Usia 10 Tahun

By Galih Pranata, Selasa, 5 Maret 2024 | 11:00 WIB
Rohana Kudus telah membuktikan keterampilan membacanya sejak usia 6 tahun. Bahkan, di usia 10 tahun, ia menjadi perempuan pertama yang menjadi guru dan mendirikan sekolah terbuka. (Wikimedia Commons)

Pelajaran luar biasa dari keluarga angkatnya, sampai ia akhirnya kembali lagi untuk dijemput ayahnya, Muhammad Rasyad Maharaja Sutan. Tahun 1892 Rohana meninggalkan Alahan Panjang dan ikut dengan ayahnya yang pindah bekerja ke Simpang Tonang Talu Pasaman, Sumatera Barat.

Semasa di Talu, Rohana semakin rajin membaca dan mencari banyak hal untuk dibacanya. Untuk terus meningkatkan literasi Rohana, ayahnya sengaja berlangganan surat kabar untuk anak-anak terbitan Medan, "Berita Kecil."

Tamar Djaja meneruskan, "yang menarik pula, ialah kesukaannya membacakan surat kabar (Berita Kecil) itu di muka umum, di depan orang banyak, (bahkan) di depan orang tua-tua dan cerdik pandai."

Setiap sore ia pergi ke tempat di mana orang banyak berkumpul, lalu membacakan surat kabar itu kepada mereka dengan suaranya yang nyaring. Orang tertarik dengan kelincahannya, dan dengan sendirinya ia selalu mendapat pujian.

Kala itu, di usia 8, Rohana belum memiliki banyak teman di lingkungan barunya di Talu. Namun, setidak-tidaknya Rohana yang ditugasi menjaga dua adiknya, Ratna dan Ruskan, tidak pernah merasa kesepian.

Sembari bermain dengan adik-adiknya di teras rumah, Rohana kerap kali mencerita dan membacakan kisah-kisah menarik kepada mereka. Terkadang juga Rohana mempertunjukkan kemampuannya menulis.

Suaranya yang keras dan melengking membuat orang-orang yang melintas rumah Rohana, menjadi termangu kagum bercampur heran. Wajar saja, di zaman itu, pribumi kerap terbelakang, apalagi ada seorang perempuan kecil yang sudah pandai membaca.

Sesekali, Rohana juga berbicara dengan Arab, Latin, dan Arab Melayu, dari kebiasaannya membaca di surat-surat kabar. Membuat orang tambah kagum keheranan. Anak-anak seusianya bahkan di atasnya, menjadi tertarik untuk berkumpul di rumah Rohana.

Banyak anak-anak kemudian berkumpul di rumahnya, "sekadar mendengar apa yang dibaca oleh Rohana," tulis Fitriyanti dalam buku gubahannya berjudul Rohana Kudus terbitan tahun 2005.

Surat kabar Soenting Melajoe (Sunting Melayu), edisi 7 Agustus 1912. (Soenting Melajoe/Wikimedia Commons)

Lama kelamaan, kebiasaan ini membuat Rohana dikenal sebagai guru cilik bagi teman-temannya, anak-anak Talu yang kebanyakan merupakan buta huruf. Mereka diajari membaca dan menulis.

Melihat antusias anak-anak di Talu, membuat ayah Rohana sangat mendukung kegiatannya. Dengan senang hati, Rasyad Maharaja Sutan membantu kegiatan pengajaran Rohana dengan membelikan perlengkapan tulis menulis.