Selisik Pemimpin Kekaisaran Ottoman yang Keji dan Haus Darah

By Sysilia Tanhati, Kamis, 14 Maret 2024 | 07:00 WIB
Banyak dari para sultan di Kekaisaran Ottoman juga merupakan pemimpin yang paling haus darah dan keji selama tujuh abad terakhir. Siapa saja mereka? (Badisches Landesmuseum)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman menjadi sebuah wadah peleburan multikultural dalam sejarah dunia. Pada puncak kejayaannya, wilayah kekuasaannya membentang dari barat laut Afrika hingga Teluk Persia, dari Laut Merah hingga Budapest.

Dari awal berdiri pada 1299 hingga ketika kekuasaannya berakhir pada tanggal 1 November 1922, sultan yang memegang kekuasaan. Banyak sultan yang merupakan pemimpin besar, pelindung seni, intelektual, dan reformis.

Namun, banyak dari para sultan di Kekaisaran Ottoman juga merupakan pemimpin yang paling haus darah dan keji selama tujuh abad terakhir.

Kisah tujuh sultan paling brutal dan sadis di Kekaisaran Ottoman bisa disimak di sini.

Mehmed II

Mehmed II—dikenal sebagai Mehmed sang Penakluk—dua kali menjabat sebagai sultan ketujuh Kekaisaran Ottoman.

Ia adalah negarawan yang kompeten dan fasih dalam lima bahasa. Sebagai sultan, Mehmed menetapkan standar pemerintahan despotik di Kekaisaran Ottoman. Tidak berperasaan dan menyendiri, dia makan sendirian dan memperlakukan pejabat puncaknya seperti budak.

Mengutip dari laman History, “Peran wazir agung (kepala menteri) bagi Mehmed berbahaya.” Dia memenggal setidaknya dua wazir agung tanpa peringatan apa pun.

Merebut Konstantinopel untuk dijadikan ibu kota baru Kekaisaran Ottoman adalah impian Mehmed II. Konon ia bermimpi merebut Konstantinopel sejak kecil. (Fausto Zonaro)

Lima menit setelah menduduki takhta, ia memerintahkan agar adik laki-lakinya yang masih bayi ditenggelamkan di bak mandi. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan kebijakan pembunuhan saudara laki-laki yang umum dilakukan para sultan hingga awal abad ke-17. Kemudian, dia juga memerintahkan eksekusi terhadap penjaga yang telah menenggelamkan adik bayinya.

Pada musim semi 1453, pada usia 21 tahun, Mehmed merebut Kota Konstantinopel di Bizantium dan menjadikannya ibu kota kekaisaran. Ia mengizinkan pasukannya untuk menjarah kota jika mereka berhasil merebutnya.

Seluruh harta dan penduduk kota menjadi milik pasukan Medmed. Kota ini dijarah secara sistematis, perempuan diperkosa, gereja-gereja dinodai, dan penduduknya dibantai atau dijadikan budak.

Suatu hari, Mehmed menemukan melon telah dicuri di istananya. Dia menetapkan bahwa pencuri buah adalah salah satu dari 14 anggota staf.

Tak satu pun dari mereka yang mengaku, jadi dia menyuruh masing-masing dari 14 pelayannya diiris untuk menemukan pelakunya. Setelah dia menemukan melon di salah satu isi perut mereka, dia memakannya.

Selim I sang malaikat maut

Sultan Selim I adalah seorang penakluk yang sukses. Saat ia berkuasa, wilayah kekuasaan Kekaisaran Ottoman bertambah hingga 70%. Dia juga dikatakan suka membaca hingga larut malam dan menikmati diskusi seru dengan para cendekiawan dan teolog.

Selim juga dijuluki “si Suram”. Selim menjadi sangat terkenal karena wazir agungnya dieksekusi sehingga menimbulkan kutukan populer di kekaisaran. “Semoga Anda menjadi wazir bagi Selim yang suram!”

Wazir yang melakukan pelanggaran akan dipenggal oleh algojo atas perintah Selim. Terkadang sultan sendiri yang membunuh pejabat yang melakukan pelanggaran tersebut.

Selim juga dijuluki “si Suram”. Selim menjadi sangat terkenal karena wazir agungnya dieksekusi sehingga menimbulkan kutukan populer di kekaisaran. (Public Domain)

Tidak lama setelah berkuasa, lima keponakannya, yang berusia antara lima hingga 20 tahun, dicekik, serta dua saudara laki-lakinya.

Selim meninggalkan jejak ribuan mayat yang dipenggal ke mana pun dia pergi. Pada tahun 1514, ia menangkap ribuan ‘bidat’ dan membunuh atau memenjarakannya. 3 tahun kemudian, ketika Selim merebut Kairo, lebih dari 50.000 penduduknya dibunuh dengan pedang.

Suleiman I, si pemantik api

Segera setelah menjadi sultan ke-10, Suleiman Agung membunuh dua putranya, serta empat putra seorang pangeran di Rhodes.

Saat melakukan serangan militer, dia tidak menunjukkan belas kasihan. Pada tahun 1526, ia memulai peperangan di Hungaria. Di sana pasukannya membantai hingga 200.000 orang. Termasuk pembunuhan massal 2.000 orang yang khusus diselenggarakan sebagai hiburan untuk Suleiman.

Segera setelah menjadi sultan ke-10, Suleiman Agung membunuh dua putranya, serta empat putra seorang pangeran di Rhodes. (Titian)

Ketika mengepung Wina pada 1529, sultan menyalakan api unggun besar di depan tembok kota. Ia melemparkan ratusan petani lokal ke dalamnya. Sang sultan Kekaisaran Ottoman itu juga memperbudak gadis-gadis muda setempat untuk dibawa kembali ke ibu kota kekaisaran. Para gadis malang itu dijadikan haremnya.

Mehmed III, si pembunuh saudara

Setelah Mehmed III menjadi sultan, dia membunuh 19 saudara laki-lakinya, yang semuanya masih anak-anak. Ia juga membunuh lebih dari 20 saudara perempuannya. Mereka semua dicekik oleh para algojo tradisional kerajaan. Para algojo tersebut merupakan pelayan yang tidak bisa mendengar atau berbicara.

Setelah Mehmed III menjadi sultan, dia membunuh 19 saudara laki-lakinya, yang semuanya masih anak-anak. Ia juga membunuh lebih dari 20 saudara perempuannya. (Cristofano dell'Altissimo)

Pembunuhan saudara kandung ini tidak hanya bersifat tradisional tetapi, hingga sekitar tahun 1603, diabadikan dalam undang-undang. Ketika seorang sultan disandang Pedang Osman (upacara penobatan yang melibatkan pedang negara), saudara laki-lakinya semuanya akan dieksekusi demi Stabilitas Kekaisaran Ottoman. Bahkan keponakan, paman, dan kerabat perempuan tidak luput dari aturan keji ini.

Murad IV, sultan pemarah

Dijuluki Murad si Gila, sultan ke-17 ini baru berusia 11 tahun ketika memulai pemerintahannya. Namun saat itu ibunya melakukan banyak pekerjaan kekaisaran hingga sang putra berusia 20 tahun.

Murad mungkin yang paling kejam di antara semuanya. Pada tahun 1637, sultan muda ini mengeksekusi 25.000 rakyatnya. Konon sebagian besar dari pembunuhan tersebut dilakukan sendiri olehnya.

Murad IV mungkin yang paling kejam di antara semua sultan di Kekaisaran Ottoman. Pada tahun 1637, sultan muda ini mengeksekusi 25.000 rakyatnya. Konon sebagian besar dari pembunuhan tersebut dilakukan sendiri olehnya. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Tahun berikutnya, Murad menyerang Bagdad dan membantai 30.000 tentara serta 30.000 wanita dan anak-anak.

Banyak hal yang jelas-jelas membuat Murad gelisah. Murad yang tanpa belas kasihan sangat membenci rokok. Karena alasan itu, dia memberlakukan larangan merokok pada tahun 1633.

Sang sultan bahkan mengambil tindakan sendiri untuk mengawasinya. Dia biasa berkeliaran di bar pada malam hari dengan menyamar, mencoba menjerat seorang peminum yang sedang merokok. Begitu peminum yang tidak curiga menyalakan pipanya, sultan muncul. Ia menebas perokok malang itu dengan tangannya sendiri.

Pada suatu waktu, 18 perokok dihukum dan beberapa di antaranya bahkan dikebiri. Setelah memergoki seorang tukang kebun dan istrinya sedang merokok, kaki mereka dipotong. Keduanya kemudian dibawa berkeliling ibu kota dengan menggunakan gerobak.

Murad IV juga tidak suka orang-orang terlalu dekat dengan tembok istana dan secara pribadi menembaki orang yang melakukannya. Merupakan hak prerogratif sultan untuk membunuh setidaknya sepuluh nyawa tak berdosa setiap hari.

Ironisnya, ia hampir selalu melakukan hal tersebut. Sultan Murad IV dikisahkan pernah bertemu dengan sekelompok wanita yang bernyanyi di taman. Ia pun menenggelamkan mereka karena tidak menyukai keributan.

Ibrahim, sultan yang kumuh

Dijuluki si Gila, pada usia 24 tahun ia naik takhta setelah terbebas dari kedalaman kafes (kandang). Kafes ini adalah tempat putra mahkota dikurung di harem.

Dia terkenal karena gaya hidupnya yang dekaden dan tidak bermoral. Ibrahim dikisahkan meminum amber panas dari cangkir kopi dan berkeliaran siang dan malam bersama haremnya. Ia menunggangi selir-selirnya seperti kuda melewati aula istana. Sang sultan bahkan memiliki beberapa ruangan istana yang dilapisi bulu mahal dari lantai hingga langit-langit.

Ibrahim terkenal karena gaya hidupnya yang dekaden dan tidak bermoral. Ibrahim dikisahkan meminum amber panas dari cangkir kopi dan berkeliaran siang dan malam bersama haremnya. (Public Domain)

Ketika salah satu anggota haremnya dirayu oleh pria lain, 280 selirnya dijahit ke dalam karung dan dilemparkan ke Bosporus. Salah satu dari mereka rupanya masih hidup untuk menceritakan kisah tersebut.

Kelakuan Ibrahim pada akhirnya terbukti terlalu berat bagi para pejabatnya. Mereka pun berhasil melancarkan kudeta. Ibunya, Kosem Sultan, adalah tokoh berpengaruh di Kekaisaran Ottoman selama paruh pertama abad ke-17. Sang ibu menyetujui eksekusi putranya. Ibrahim dicekik sampai mati sementara ibunya mengawasi dari jendela istana.

Abdul Hamid II, sultan yang paranoid

Sultan ke-34 adalah seorang reformis yang otoriter dan kejam. Dia memperkuat cengkeramannya terhadap rakyatnya melalui penggunaan sensor serta polisi rahasianya yang brutal. Sang sultan juga melakukan pembatasan pertemuan dan pergerakan.

Kecaman internasional menimpa sultan ketika 300.000 orang Armenia dan 25.000 orang Asyur dibantai di Turki modern. Setelah itu Hamid dikenal secara internasional sebagai Sultan Merah.

Sultan ke-34 adalah seorang reformis yang otoriter dan kejam. Dia memperkuat cengkeramannya terhadap rakyatnya melalui penggunaan sensor serta polisi rahasianya yang brutal. (Public Domain)

Dengan sejumlah upaya pembunuhan yang dilakukan selama masa pemerintahannya, dapat dimengerti bahwa dia sangat cemas akan dibunuh. Dia mempekerjakan pelayan untuk mengenakan pakaiannya terlebih dahulu untuk memastikan pakaiannya tidak beracun. Pakaiannya diperkuat dengan baja dan dia mengenakan rompi rantai di bawah kemejanya.

Dia selalu membawa pistol ke mana pun dia pergi dan menyebarkannya di sekitar tempat tinggalnya. Suatu hari, salah satu putrinya yang masih kecil merayap di belakangnya sambil bercanda. Sultan yang terkejut mendengar tembakan hingga tewas.

Dia juga secara tidak sengaja menembak mati seorang tukang kebun. Dia berkeliling dengan kereta antipeluru. Namun kalau ada yang bisa melihatnya melalui jendela, dia meminta putrinya yang masih kecil duduk di lututnya sebagai tameng.