Kisah Pilu Putra Mahkota Kekaisaran Ottoman yang Hidup di Sangkar Emas

By Sysilia Tanhati, Jumat, 15 Maret 2024 | 11:00 WIB
Sebagai salah satu kekaisaran terkuat dalam sejarah manusia, Kekaisaran Ottoman menjalankan praktik dan aturan agar bisa bertahan. Salah satunya adalah mengurung para ahli waris di Istana Topkapi. Tradisi ini dikenal dengan sebutan kafes. (Gustave Boulanger/Public Domain)

Mereka biasanya tidak diperbolehkan menjadi ayah dari keturunannya. Oleh karena itu mereka hanya diberi selir mandul jika diizinkan. Mereka tidak punya gagasan tentang kehidupan di luar kafes atau urusan dunia atau kekaisaran.

Dengan dimulainya sistem kafes, anak-anak dikurung di bagian sayap istana. Mereka menjadi tahanan rumah dan diawasi terus-menerus. (Public Domain)

Dengan dimulainya sistem kafes, anak-anak dikurung di bagian sayap istana. Mereka menjadi tahanan rumah dan diawasi terus-menerus.

Hal ini mengakibatkan beberapa sultan tidak kompeten dan bahkan lebih banyak lagi sultan yang gila.

Isolasi selama bertahun-tahun membuat banyak dari mereka yang dipenjara menjadi gila. Alhasil, sebagian dari mereka tidak mampu menjalankan tugasmua sebagai sultan ketika saatnya tiba.

Murad IV, yang naik takhta pada tahun 1623 setelah kematian Mustafa I, memerintah dengan tangan besi.

Beliau melarang minum kopi dan melarang penggunaan minuman keras seperti alkohol dan tembakau. Siapa pun yang kedapatan melanggar aturan tersebut akan dipukuli habis-habisan. Pelanggar berulang dieksekusi dengan cara ditenggelamkan di Bosporus.

Murad IV dilaporkan berpatroli di jalan-jalan dan kedai minuman di Istanbul pada malam hari dengan menyamar mengawasi penegakan hukum.

Jika dia melihat seseorang sedang minum kopi atau merokok, dia akan langsung melepaskan penyamarannya. Sang sultan memenggal kepala pelaku dengan tangannya sendiri.

Kadang-kadang, Murad IV duduk di sebuah kios di tepi perairan dekat Istana Seraglio. Dari sana ia menembakkan panah ke pejalan kaki atau tukang perahu yang mendayung terlalu dekat dengan kompleks kekaisarannya.

Sering kali pada tengah malam dia keluar dari tempat tinggalnya dan dengan pedang terhunus berlari melintasi jalan-jalan tanpa alas kaki. Ia membunuh siapa pun yang menghalanginya.

Banyak dari mereka mencapai usia tua di dalam kafes dan meninggal di sana. Dan masih banyak lagi yang mengalami gangguan psikologis serius, tenggelam dalam kegilaan dan depresi.