Commodus Kekaisaran Romawi, Obsesi Jadi Dewa dan Tarung Gladiator

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 17 Maret 2024 | 11:45 WIB
Kaisar Commodus memimpin Kekaisaran Romawi dengan penuh kontroversi, salah satunya 'gila' tarung gladiator. (Corbis/ Getty Images)

Nationalgeographic.co.id—Kaisar Commodus memimpin Kekaisaran Romawi ke dalam masa kekacauan dan kontroversi.

Dia mengambil kendali kekaisaran setelah ayahnya, Marcus Aurelius, salah satu filsuf dan kaisar Stoa paling terhormat di Roma. Namun, aksesi Commodus ke tampuk kekuasaan menandakan penyimpangan besar dari kebajikan dan ketekunan administratif ayahnya. 

Pemerintahan Commodus ditandai dengan otokrasi, ketertarikan pada pertarungan gladiator, dan serangkaian keputusan yang membebani tatanan politik dan sosial Kekaisaran Romawi kuno.

Commodus, putra Marcus Aurelius dan Faustina the Younger, lahir dalam dinasti yang memerintah Kekaisaran Romawi dengan perpaduan kekuatan militer dan kebijaksanaan filosofis.

Kelahirannya pada tanggal 31 Agustus 161 M, pada masa pemerintahan ayahnya, sejak awal menempatkannya sebagai tokoh terkemuka di kalangan elite Romawi.

Pada tahun 177 M, pada usia lima belas tahun, Commodus diangkat menjadi rekan kaisar bersama ayahnya, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menggarisbawahi keinginan Marcus Aurelius untuk suksesi yang mulus.

Periode ini juga menyaksikan Commodus mengambil alih jabatan konsul, yang semakin memperkuat statusnya sebagai pewaris.

Setelah kematian Marcus Aurelius pada tahun 180 M, Commodus naik takhta sebagai kaisar tunggal pada usia sembilan belas tahun. 

Transisi ini berjalan mulus, sebagian besar disebabkan oleh upaya ayahnya untuk mengamankan posisinya dalam struktur politik Romawi.

Namun, ketidaktertarikan kaisar muda terhadap kampanye militer dan pemerintahan filosofis dengan cepat menjadi jelas. 

Pemerintahan Commodus di Kekaisaran Romawi Kuno

Salah satu aspek paling menonjol dari pemerintahan Commodus adalah fokusnya pada hiburan dan permainan publik.