Tatkala Kota Bagdad Jadi Pusat Pengetahuan di Zaman Keemasan Islam

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 18 Maret 2024 | 08:00 WIB
Kota Bagdad menjadi pusat pengetahuan di Zaman Keemasan Islam. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id–Zaman Keemasan Islam adalah periode di mana ilmu pengetahuan, sastra, geometri, astronomi, dan bidang pengetahuan lainnya berkembang pesat dari abad kedelapan hingga ketiga belas. Kota Bagdad menjadi pusat pengetahuan terbesar di sejarah Islam kala itu.

Tanpa para sarjana pada masa ini, yang menerjemahkan karya-karya Yunani Kuno, kemungkinan besar banyak pengetahuan kuno akan hilang.

Aljabar, yang berasal dari kata Arab (al-jabr) dikembangkan pada periode tersebut. Dokter membuat kemajuan dalam diagnosis kanker dan bahkan melakukan operasi kompleks selama periode itu.

Bintang yang tak terhitung jumlahnya ditemukan dan teori astronomi juga dikembangkan oleh para sarjana selama Zaman Keemasan Islam.

Pertumbuhan budaya, ilmu pengetahuan, dan politik selama Masa Keemasan Islam terjadi di seluruh dunia Muslim. Mulai dari Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika Utara, dan hingga Spanyol.

Kota yang paling menonjol adalah Bagdad di Irak modern, tempat Rumah Kebijaksanaan atau Baitul Hikmah didirikan oleh Khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid pada akhir abad kedelapan. 

Bagdad adalah pusat pengetahuan dan kemajuan. Mulai dari kebudayaan dan perdagangan. Banyak orang dari seluruh dunia melakukan perjalanan ke sana untuk belajar dan menulis di Rumah Kebijaksanaan. 

Karena Rumah Kebijaksanaan, yang mencerminkan perpustakaan besar Alexandria, dihancurkan oleh bangsa Mongol selama Pengepungan Bagdad pada tahun 1258. Hal ini membuat hampir tidak ada bukti arkeologis mengenai isi dan tata letak bangunan tersebut.

Ada beberapa perdebatan terkait Rumah Kebijaksanaan berfungsi sebagai akademi publik, tempat para intelektual dan penyair berkumpul untuk berbagi pengetahuan atau perpustakaan pribadi untuk Khalifah Abbasiyah.

Bagaimanapun, keunggulannya sebagai situs intelektual didokumentasikan dengan baik oleh tulisan kontemporer dan banyak karya ilmiah yang dihasilkan di sana. 

Selama Zaman Keemasan Islam, para sarjana menerjemahkan sejumlah besar karya penting puisi, matematika, dan sains dari budaya kuno di seluruh dunia, khususnya Yunani Kuno.

Mereka fasih berbahasa Latin, Yunani kuno, Arab, dan Syria hingga memburu teks-teks terpenting dari budaya kuno di seluruh dunia dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Hal ini memungkinkan teks-teks tersebut dipelajari secara luas di seluruh dunia Islam.

Para sarjana Zaman Keemasan Islam Menerjemahkan Karya-karya Yunani Kuno

Pengetahuan ini dengan mudah menyebar ke seluruh dunia Muslim. Hal ini karena orang-orang Arab telah mempelajari seni membuat kertas dengan cepat dan efektif dari orang-orang Tiongkok, sehingga memungkinkan mereka untuk menyebarkan naskah-naskah dengan cukup cepat.

Orang-orang Eropa kemudian mempelajari teknik pembuatan kertas ini dari orang-orang Arab.

Pada saat itu, bahasa Arab adalah “lingua franca,” bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di banyak budaya, seperti bahasa Inggris saat ini.

Dengan menggunakan pengetahuan Yunani kuno, banyak cendekiawan Islam memperluas pengetahuan biologi, geometri, matematika, kedokteran, dan astronomi.

Gerakan ini ditandai dengan pencarian ilmu yang dianggap diwajibkan oleh para Khalifah Abbasiyah dalam Alquran, seperti yang tercantum dalam Hadits, atau catatan perkataan dan tindakan Nabi Muhammad.

Akan tetapi, tidaklah tepat untuk berasumsi bahwa semua orang yang ikut serta dalam Zaman Keemasan Islam adalah umat Islam.

Faktanya, banyak orang Kristen, Yahudi, dan penganut agama lain yang merupakan tokoh intelektual terkemuka pada masa itu.

Oleh karena itu, para khalifah menghabiskan sejumlah besar kekayaan mereka untuk mensponsori tidak hanya para sarjana yang melakukan penelitian tetapi juga para penerjemah yang bekerja untuk menyebarkan pengetahuan tentang budaya kuno. 

Gelombang keingintahuan intelektual dan penelitian yang disponsori negara di dunia Islam ini sangat kontras dengan Eropa. Pada saat itu mereka  dalam periode Abad Kegelapan, ketika tingkat melek huruf masih rendah dan teologi lebih diutamakan daripada pengetahuan dari zaman kuno. 

Selama masa ini, di sebagian besar Eropa, banyak karya Aristoteles, Archimedes, dan tokoh penting Yunani kuno lainnya hilang sama sekali atau bahkan tidak diketahui. 

Meskipun pencarian pengetahuan membawa para sarjana Zaman Keemasan Islam ke karya-karya Yunani kuno, teologi juga berperan. 

Umat Islam percaya bahwa Alquran, kitab suci Islam, di dalam halaman-halamannya memuat keseluruhan dunia keberadaan, yang mencakup semua bidang seni dan sains.

Oleh karena itu, banyak teolog pada masa itu yang meneliti teks-teks dari sumber-sumber Yunani kuno dalam upaya menemukan bagian-bagian serupa dalam Alquran untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang benar.

Zaman Keemasan Islam berakhir pada abad ketiga belas setelah bertahun-tahun invasi tentara Mongol.

Beberapa orang menganggap penghancuran Rumah Kebijaksanaan oleh bangsa Mongol menandai berakhirnya periode tersebut.

Dikatakan bahwa penjajah Mongol menghancurkan begitu banyak buku dari kota. Mereka melemparkannya ke Sungai Tigris sehingga sungai itu sendiri menjadi hitam karena tinta halamannya. 

Terakhir, ketika Kesultanan Utsmaniyah atau Kekaisaran Ottoman mulai memperoleh kekuasaan, fokus dunia Islam mulai beralih ke Turki.