Nationalgeographic.co.id—Pengepungan Masada merupakan pemberontakan besar Yahudi melawan Kekaisaran Romawi kuno.
Benteng kuno Masada merupakan lokasi terjadi Pengepungan Masada. Benteng kokoh ini dikelilingi tebing terjal dan keindahan terpencil, bukti kehebatan arsitektur.
Simbol semangat yang tak tergoyahkan, sebuah monumen pertahanan terakhir para pemberontak Yahudi melawan kekuatan Kekaisaran Romawi.
Lebih dari dua ribu tahun yang lalu, sebuah klimaks dramatis dari pemberontakan besar Yahudi.
Penguasaan Kekaisaran Romawi atas Yudea
Pada abad pertama Masehi, Kekaisaran Romawi kuno berada pada puncak kekuasaannya, dengan wilayah yang terbentang dari Kepulauan Inggris hingga Timur Tengah.
Provinsi Romawi Yudea, yang terletak di Mediterania timur, merupakan wilayah penting yang strategis karena lokasinya di persimpangan beberapa jalur perdagangan utama.
Namun, wilayah ini penuh ketegangan dan konflik. Penduduk Yahudi, dengan tradisi agama dan budaya yang berbeda, sering kali berselisih dengan otoritas Romawi.
Pemerintahan Romawi di Yudea ditandai dengan pajak yang besar, ketegangan agama, dan kerusuhan politik.
Orang-orang Yahudi sangat melindungi tradisi keagamaan mereka. Mereka sering kali berkonflik dengan orang-orang Romawi mengenai masalah kebebasan beragama.
Ketegangan ini diperburuk oleh praktik Kekaisaran Romawi yang menunjuk pemimpin lokal atau prokurator, yang sering kali korup dan tidak peka terhadap adat istiadat dan hukum Yahudi.
Hubungan antara penduduk Yahudi dan Kekaisaran Romawi penuh dengan ketegangan jauh sebelum Pengepungan Masada.
Keyakinan monoteistik orang Yahudi dan penolakan untuk menyembah Kaisar Romawi sebagai dewa selalu menjadi sumber konflik.
Pemberlakuan hukum dan pajak Romawi, ditambah dengan penodaan simbol-simbol agama Yahudi, menimbulkan kebencian yang semakin besar di kalangan penduduk Yahudi.
Pecahnya Pemberontakan Besar Yahudi
Pemberontakan Besar Yahudi, juga dikenal sebagai Perang Yahudi-Romawi Pertama, adalah pemberontakan besar melawan Kekaisaran Romawi yang dimulai pada tahun 66 Masehi.
Pemberontakan ini dipicu oleh kombinasi faktor agama dan sosial ekonomi. Penduduk Yahudi sangat tidak puas dengan pemerintahan Romawi, yang mereka anggap menindas dan tidak menghormati keyakinan dan praktik agama mereka.
Ketidakpuasan ini semakin diperburuk oleh kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh pajak Romawi yang besar.
Pemberontakan dimulai di Kaisarea, ketika perselisihan mengenai hak beragama antara orang Yahudi dan Yunani meningkat menjadi kekerasan.
Pemberontakan dengan cepat menyebar ke seluruh Yudea, dengan pemberontak Yahudi menguasai Yerusalem dan mengusir garnisun Romawi.
Bangsa Romawi meremehkan kekuatan pemberontakan. Mereka enderita kekalahan besar ketika berusaha memadamkan pemberontakan tanpa kekuatan cukup.
Masada memainkan peran penting dalam pemberontakan besar Yahudi. Benteng, yang awalnya dibangun oleh Raja Herodes Agung sebagai tempat perlindungan dirinya, direbut oleh Sicarii, sekelompok fanatik Yahudi, pada tahap awal pemberontakan.
Dari benteng yang hampir tak tertembus ini, suku Sicarii melakukan penggerebekan dan penyerangan terhadap pasukan Romawi dan komunitas Yahudi setempat yang mereka anggap bekerja sama dengan Romawi.
Setelah jatuhnya Yerusalem pada tahun 70 M, Masada tetap menjadi benteng terakhir perlawanan Yahudi terhadap Romawi.
Sicarii, di bawah kepemimpinan Eleazar ben Ya'ir, terus bertahan melawan Romawi, menolak untuk menyerah.
Masada, sebuah benteng yang sangat penting dan strategis, terletak di Gurun Yudea, menghadap ke Laut Mati.
Masada dibangun oleh Raja Herodes Agung, dirancang tidak hanya sebagai benteng militer tetapi juga sebagai istana mewah.
Benteng itu dibagi menjadi istana utara, digunakan oleh Herodes, dan istana barat untuk tamunya.
Banyak menara yang menyediakan titik pengamatan, dan gerbang utama dijaga ketat. Benteng ini juga memiliki gudang besar, barak, dan gudang senjata, menjadikannya kota mandiri yang dapat menahan pengepungan yang berkepanjangan.
Pengepungan Dimulai
Pengepungan Masada dimulai pada akhir tahun 72 M atau awal tahun 73 M, dipimpin oleh gubernur Romawi di Yudea, Lucius Flavius Silva. Silva memimpin legiun Romawi X Fretensis, bersama dengan pasukan tambahan, yang berjumlah sekitar 15.000 tentara.
Kehidupan selama pengepungan merupakan ujian ketahanan bagi para pembela HAM. Suku Sicarii, yang berjumlah sekitar 960 pria, wanita, dan anak-anak, harus menjatah persediaan makanan dan air mereka dengan hati-hati.
Meski dalam kondisi yang sulit, mereka terus melawan, menolak menyerah kepada Romawi.
Mereka tinggal di ruang penjara di dalam tembok benteng, dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa mereka juga mengadakan lokakarya pembuatan tembikar, tenun kain, dan produksi makanan.
Akhir Tragis Pengepungan Masada
Ketika pengepungan Romawi hampir selesai, para pembela Masada menghadapi kenyataan yang suram.
Mereka tahu bahwa begitu pasukan Romawi menerobos tembok, mereka akan dibunuh atau diperbudak.
Menurut sejarawan Josephus, yang memberikan satu-satunya catatan tertulis tentang pengepungan tersebut, Eleazar ben Ya'ir, pemimpin Sicarii, memberikan dua pidato yang berapi-api kepada para pengikutnya.
Dia berpendapat bahwa lebih baik mereka mati bebas daripada hidup sebagai budak Romawi, dan mengusulkan bunuh diri kolektif.
Mereka memutuskan untuk membakar harta benda mereka untuk menolak rampasan apa pun dari orang Romawi, kecuali gudang makanan, yang dibiarkan tidak tersentuh untuk menunjukkan bahwa mereka mati bukan karena kelaparan tetapi karena keinginan mereka sendiri.
Mereka kemudian melakukan undian untuk memilih sepuluh orang yang akan membunuh sisanya. Sepuluh orang ini kemudian melakukan undian lagi untuk memilih satu orang yang akan membunuh sembilan orang yang tersisa dan kemudian dirinya sendiri.
Dengan cara ini, mereka memastikan bahwa tidak seorang pun harus membunuh anggota keluarga atau teman, dan tidak seorang pun harus melakukan bunuh diri, yang dilarang oleh hukum Yahudi.
Dengan jatuhnya Masada, Pemberontakan Besar Yahudi secara efektif berakhir. Kekaisaran Romawi menegaskan kembali kendalinya atas Yudea, yang menjadi bagian dari provinsi Siria.
Bangsa Romawi terus menguasai wilayah tersebut hingga bangkitnya Kekaisaran Bizantium pada abad ke-4 Masehi.
Populasi Yahudi di Yudea berkurang secara signifikan, banyak orang Yahudi dibunuh, diperbudak, atau memilih meninggalkan wilayah tersebut.
Kisah Masada dalam Tradisi dan Identitas Yahudi
Kisah Masada sebagian besar terlupakan hingga ditemukan kembali di era modern. Kisah sekelompok kecil pemberontak Yahudi yang melakukan perlawanan terakhir melawan Kekaisaran Romawi yang perkasa sangat menyentuh hati orang-orang Yahudi, khususnya dalam konteks gerakan Zionis dan pendirian negara Israel.
Masada menjadi simbol perlawanan Yahudi dan tekad untuk “tidak pernah lagi” membiarkan tragedi seperti itu terjadi.
Saat ini, kisah Masada merupakan bagian integral dari identitas nasional Israel. Ungkapan "Masada tidak akan jatuh lagi" telah menjadi seruan, dan situs ini sering menjadi tujuan wisata sekolah dan upacara militer.
Tentara Israel, biasa mengadakan upacara pengambilan sumpah tentara di puncak benteng, melambangkan komitmen mereka untuk membela negara Israel.