Kenapa Bahasa Jawa Bisa Terbagi Ngoko, Krama Madya, dan Krama Inggil?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 7 Mei 2024 | 16:03 WIB
Naskah kuno dengan aksara Jawa Kuno. Bahasa Jawa Kuno tidak mengenal stratifikasi Krama dan Ngoko seperti Bahasa Jawa modern. Apa yang menyebabkannya ada? (Hafidz Novalsyah/National Geographic Indonesia)

Masa Depan Bahasa Jawa

Seiring perkembangan zaman, demikian pula bahasa. Bahasa Jawa sendiri telah mengalami perkembangan berkat konteks kebudayaan dan politik.

Ada pun pada konteks politik seperti yang dilakukan oleh masyarakat Sedulur Sikep (Samin) di Jawa Tengah. Kalangan masyarakat adat ini punya sejarah pertentangan politik pada periode kolonialisme. Sampai hari ini, mereka hanya menggunakan bahasa Jawa Ngoko untuk keseharian, tanpa harus mengenal stratifikasi bahasa.

Anderson mengumpulkan ragam tokoh abad ke-20 yang memengaruhi kebudayaan Jawa seperti Ranggawarsita, Pramoedya Ananta Toer, dan H.O.S Cokroaminoto. Kebanyakan dari mereka mengkritik bagaimana stratifikasi bahasa Jawa menjauhkan kalangan ningrat dari permasalahan sosial.

Bahkan, H.O.S Cokroaminoto sendiri merupakan salah satu penggerak untuk menghapuskan bahasa Jawa Krama.

Sementara itu, sejak pertengahan abad ke-19, bahasa Melayu semakin marak dituturkan. Sampai akhirnya pada abad ke-20 awal, bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia yang meluas, ketimbang bahasa Jawa.

Bahasa Jawa pun mengalami perubahan kata berdasarkan situasi dan lokasi. Kala era Perang Kemerdekaan, masyarakat penutur bahasa Jawa menggunakan bahasa Jawa "Walikan", yakni membalikkan kata agar menyulitkan pengintaian Belanda.

Bahasa Jawa "Walikan" ini sekilas seperti bahasa baru, walau sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa Ngoko yang dibalik urutan dalam alfabet Jawa (Hanacaraka), seperti "Mas" menjadi "Dab". Penggunaannya pun masih lestari hingga hari ini.

Perubahan Bahasa Jawa di masa depan adalah hal yang sangat mungkin. Namun seperti apakah bahasa Jawa kelak? Akankah stratifikasi Krama Madya dan Krama Inggil dihapuskan? Atau diksinya berubah seperti "Walikan" atau mengadaptasi bahasa Melayu? Masyarakat penutur bahasa Jawa hari ini yang menentukan.