Revitalisasi Fort Vredeburg: Ikhtiar Menghidupkan Kembali Kastel Tua Pengikat Jiwa Kota

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 30 April 2024 | 19:02 WIB
Sebuah bangunan dua lantai di dalam kompleks Fort Vredeburg yang sedang diperelok. Museum Benteng Vredeburg menutup operasionalnya selama awal Maret sampai pertengahan Mei 2024. Kastel tua warisan VOC ini tengah direvitalisasi supaya lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat luas. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Revitalisasi berikutnya berkenaan dengan reprogramming atau menyajikan program-program baru bersama komunitas yang memiliki kemasan lebih segar bagi pengunjung masa kini. 

Baca Juga: Perjanjian Giyanti dan Terbelahnya Mataram dalam Sejarah VOC

Museum-museum di bawah naungan Indonesian Heritage Agency juga akan menekankan pada penguatan kelembagaan termasuk pengembangan sumber daya manusia dalam reinvigorating atau menyegarkan kembali. Menurutnya, tanpa pengembangan sumber daya manusia, program-program itu tidak akan berjalan dengan baik. 

Pertanyaan berikutnya, mengapa Museum Benteng Vredeburg menjadi prioritas dalam program revitalisasi ini? Valentina memberi penjelasan, "Vredeburg terpilih menjadi salah satu prioritas utama unit museum dan cagar budaya karena Vredeburg memiliki sejarah yang luar biasa dalam jejak rekam sejarah kebudayaan di Indonesia."

Salah satu aspek mengapa museum ini mendapatkan prioritas utama dalam revitalisasi adalah keberhasilan pencapaian target 512 ribu pengunjung selama 2023, yang merupakan pencapaian tertinggi sejak museum ini diresmikan. Rosyid menambahkan, "Apresiasi masyarakat terhadap Museum Benteng Vredeburg tergolong sangat baik."

Menurut Rosyid, aspek lainnya yang menjadi perhatian Indonesian Heritage Agency kepada museum ini adalah "Museum Benteng Vredeburg menempati bangunan cagar budaya berupa benteng kolonial Belanda yang merupakan bangunan paling tua [yang dibangun] kolonial Belanda yang ada di Yogyakarta—yang masih terlestarikan dan termanfaatkan."

Namun, perkara yang tak kalah penting adalah pengakuan UNESCO atas Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia. "The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks," demikian tajuk dalam daftar warisan dunia, yang memiliki makna universal. Sumbu filosofis itu menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Selatan melalui garis lurus  imajiner yang melintasi Tugu Pal Putih, Keraton, dan Panggung Krapyak. Fort Vredeburg berada di tepian Sumbu Filosofi itu.

Pekarangan sisi selatan Museum Benteng Vredeburg, yang awalnya taman kini sedang dialihfungsikan sebagai tempat parkir. Kota Yogyakarta membutuhkan kantong-kantong parkir untuk mendukung konsep pedestrian di kawasan Malioboro. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Sejauh mana revitalisasi ini memperhatikan aspek pelestarian, baik bangunan maupun tata ruang benteng?

"Pelestarian merupakan sebuah proses panjang terkait dengan pelaksanaan program ini," jawab Rosyid. Konsep revitalisasi ini telah didiskusikan dan dipetakan dengan para  pemangku kepentingan utama yang terkait dengan bangunan cagar budaya—ahli arkeologi, Dinas Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum. Pekerjaan revitalisasi museum ini telah mempertimbangkan aspek-aspek pelestarian tersebut. Saat pelaksanaan revitalisasi pun harus didampingi tenaga ahli. 

Gagasan Menghidupkan Kembali Tengara Kota

"Imajinasi baru, perwajahan baru Museum Benteng Vredeburg," kata Rosyid membuka salindia pemaparannya dalam taklimat media yang digelar dalam kompleks benteng. Pemaparan itu melatarbelakangi gagasan dan upaya revitalisasi yang saat ini masih bergulir.