Pelestarian Keanekaragaman Hayati Tidak Bisa Dilakukan Sendiri-sendiri

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 16 Mei 2024 | 19:00 WIB
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Upaya pelestarian keanekaragaman hayati harus dilakukan secara kolaborasi. Pemerintah harus menggandeng masyarakat, pemilik industri, dan akademisi. (Zulkifli/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Ancaman kepunahan massal keenam untuk kehidupan di muka Bumi sudah di depan mata.

Berbeda dengan kepunahan-kepunahan sebelumnya, seperti yang dihadapi para dinosaurus dan spesies purba yang telah sirna, yang kita hadapi bukan alami, melainkan disebabkan ulah manusia (antropogenik).

Bukan hanya manusia yang menjadi korbannya, tetapi seluruh makhluk hidup. Ancaman kepunahan keanekaragaman hayati menjadi berbahaya. Tanpa kekayaan keanekaragaman hayati, tiada sistem alami yang dapat menyokong penanggulangan perubahan iklim, ketika kita berupaya memerangi dampaknya.

Saat ini, IUCN (Uni Internasional untuk Konservasi Alam) mencatat ada 157.100 spesies makhluk hidup yang berada di daftar merah mereka. Daftar ini menandakan bahwa suatu spesies berisiko punah.

Sebuah studi di Biological Journal bertajuk "The Sixth Mass Extinction: fact, fiction or speculation?" menemukan bahwa 44.000 spesies, yang diidentifikasi IUCN sebelumnya, telah masuk kategori terancam punah.

IUCN juga melaporkan pada Desember 2023, bahwa setidaknya ada lebih dari 900 spesies yang sudah dinyatakan punah sejak 1996. Tahun lalu, sebanyak 74 spesies di antara dari keseluruhan telah dinyatakan punah.

Saking banyaknya spesies yang tersisa hari ini, kita tidak bisa melakukan pelestarian keanekaragaman hayati sendiri-sendiri. Lembaga penting yang harus mengambil peran adalah pemerintah, industri, praktisi, dan masyarakat. Semuanya punya peran yang dapat dilakukan dengan berkolaborasi.

"Tidak hanya tugas pemerintah, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab bersama," tegas Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, dalam seminar "Peran Multipihak dalam Pelestarian Biodiversitas Indonesia" yang diselenggarakan secara daring dan luring dari Universitas Pakuan, Bogor pada 14 Mei 2024.

"Kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, industri, media bahkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian biodiversitas Indonesia untuk generasi kini dan yang akan datang."

Indonesia, sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, diharuskan untuk menjaga pelestarian. Pembahasan pelestarian keanekaragaman hayati dunia, termasuk Indonesia, dibahas dalam pertemuan COP15 CBD pada 2022.

Dari ajang tersebut, sejak 2023, Pemerintah Indonesia menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia yang dikoordinasi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Baca Juga: Potensi Bahan Alam Indonesia sebagai Obat Alami Jerawat dan Luka

Dalam proses penysusunan dokumen ini, merencanakan target pengelolaan keanekaragaman hayati nasional dengan target global. Rencana Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia juga diharapkan dapat didukung dengan payung hukum untuk wujud penerapannya.

Karena memerlukan kolaborasi, Dolly menerangkan, pemahaman pemangku kepentingan terkait strategi dan rencana aksi ini harus ditingkatkan. Ada banyak pegiat yang bisa terlibat seperti akademisi, industri dan masyarakat.

Secara hukum, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (INPRES) No. 1 tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan berkelanjutan. Instruksi ini memastikan adanya keseimbangan pemanfaatan ruang untuk ekonomi dan konservasi di berbagai sektor.

Inpres tersebut menunjuk 19 kementerian dan lembaga pemerintahan dalam mengupayakan keanekaragaman hayati dalam pembangunan. Dengan demikian, pelaku ekonomi dan industri diinstruksikan turut terlibat.

Dalam rangkaian acara yang diselenggarakan Belantara Foundation yang berkolaborasi dengan IUCN Indoensia Species Specialist Group (IdSSG) dan KupuKita, turut hadir akademisi lingkungan Jatna Supriatna yang juga ketua I-SER (Institute for Sustainable Earth and Resources).

Jatna melihat, ada banyak potensi energi yang tidak terputus sejak purbakala di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Saking kayanya, ada banyak spesies yang harus diamati dengan melibatkan akademisi kampus dan pusat penelitian. "Penelitian biodiversitas perlu lebih menekankan pada tahap pemanfaatan," kata Jatna.

"Misalnya, tentang pemanfaatan biodiversitas untuk pangan yang seharusnya berasal dari biodiversitas Indonesia. Kita bisa memperbanyak riset yang lebih mendalam tentang pemanfaatan hayati karena kita punya lebih dari 30.000 spesies."

Akademisi juga bisa melakukan hal lainnya seperti penilaian keanekaragaman hayati dan ekosistem, degradasi lahan yang menyebabkan pengurangan fauna, serta dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati, tambah Jatna.