Nationalgeographic.co.id—Permaisuri Ma Xiaocigao, sosok inspiratif yang tak hanya dikenal sebagai permaisuri Dinasti Ming, tetapi juga 'Ibu' bagi rakyatnya.
Lahir dari keluarga miskin, ia membawa angin perubahan dan keadilan bagi rakyat Ming.
Artikel ini akan mengupas kisah hidupnya yang penuh perjuangan dan pengabdian.
Berawal dari seorang gadis bernama Ma yang lahir di Suzhou pada tahun 1332, takdir membawanya ke istana dan menjadi permaisuri.
Meski berasal dari kalangan bawah, Permaisuri Ma tak gentar dalam menyuarakan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Ia menjadi penasihat terpercaya bagi Kaisar Hongwu, dan tak segan menentang kebijakan yang tidak pro-rakyat.
Kisah Permaisuri Ma merupakan contoh nyata bahwa kepemimpinan dan pengaruh yang positif tak melulu datang dari mereka yang terlahir dari bangsawan.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam kisah inspiratif sang permaisuri, dan bagaimana ia menjadi 'Ibu' yang dicintai rakyat Dinasti Ming.
Anak Pembunuh
Salah satu sosok penting di masa awal Dinasti Ming adalah Permaisuri Ma Xiaocigao, istri dari Kaisar Hongwu.
Yang menarik dari permaisuri ini adalah latar belakangnya yang berasal dari keluarga miskin.
Baca Juga: Kaisar Xuande: Bawa Dinasti Ming Ke Era Keemasan Usai 'Tumbalkan' 600 Orang Termasuk Pamannya
Melansir The Collector, Ma tidak terlahir dari kalangan bangsawan. Lahir dengan nama sederhana Ma pada 18 Juli 1332 di Suzhou, Tiongkok Timur.
Karena bukan berasal dari ningrat, kakinya tidak diikat seperti kebanyakan wanita Tiongkok kelas atas saat itu.
Sayangnya, informasi mengenai kehidupan awal Ma terbatas. Ibunya meninggal saat ia masih muda, dan ia harus mengungsi bersama ayahnya ke Dingyuan setelah sang ayah melakukan pembunuhan.
Di Dingyuan, ayah Ma bertemu dan berteman dengan pendiri Tentara Serban Merah, Guo Zixing, yang memiliki pengaruh di istana.
Guo Zixing mengangkat Ma sebagai anak angkat setelah ayah kandungnya meninggal, dan menikahkannya dengan salah satu perwiranya bernama Zhu Yuanzhang, yang kelak menjadi Kaisar Hongwu.
Rakyat Jelata yang Menjelma jadi Permaisuri
Ketika Zhu Yuanzhang dinobatkan menjadi kaisar pada 1368, ia menjadikan Ma sebagai permaisuri.
Meski status sosialnya terangkat drastis dari rakyat jelata menjadi permaisuri Dinasti Ming, Ma tetap rendah hati dan adil, nilai-nilai yang ia bawa sejak masa kecilnya yang sederhana.
Namun, ia bukanlah sosok yang lemah atau bodoh. Ia berperan sebagai penasihat politik utama bagi suaminya, dan juga memegang kendali atas dokumen-dokumen negara.
Bahkan diceritakan bahwa ia pernah mencegah sang kaisar bertindak gegabah, seperti ketika Hongwu hendak menghukum mati seorang akademisi bernama Song Lian.
Permaisuri Ma juga peka terhadap ketidakadilan sosial dan memiliki simpati yang mendalam terhadap rakyat jelata. Ia mendorong pengurangan pajak dan berupaya mengurangi beban kerja berat.
Baca Juga: Akhir Tragis Ritual Darah Menstruasi Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming
Ia pun mendorong suaminya untuk membangun lumbung di Nanjing, guna menyediakan makanan bagi para pelajar dan keluarganya yang sedang menuntut ilmu di kota tersebut.
Ibu Rakyat
Sayangnya, Kaisar Hongwu tidak senang dengan kontrol besar yang dimiliki permaisurinya
Ia mengeluarkan peraturan yang melarang permaisuri dan selir untuk ikut campur urusan negara, serta melarang perempuan di bawah pangkat permaisuri untuk meninggalkan istana tanpa pendamping
Permaisuri Ma dengan cerdas menanggapi, "Jika Kaisar adalah Bapak Rakyat, maka Permaisuri adalah Ibu mereka; bagaimana mungkin seorang Ibu berhenti peduli terhadap kesejahteraan anak-anaknya?"
Permaisuri Ma tetap hidup dengan penuh kebajikan, bahkan ia menyediakan selimut bagi kaum miskin yang tidak mampu membelinya.
Sementara itu, ia sendiri terus mengenakan pakaian lama sampai benar-benar tidak bisa dipakai lagi.
Permaisuri Ma meninggal pada 23 September 1382 di usia 50 tahun. Tanpa pengaruhnya, Kaisar Hongwu kemungkinan akan jauh lebih radikal, dan perubahan sosial selama periode awal Ming tidak akan terjadi.
Permaisuri Ma Xiaocigao meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi Dinasti Ming.
Sosoknya yang rendah hati, bijaksana, dan penuh kasih sayang menjadi panutan bagi rakyat dan pemimpin di masa selanjutnya.
Kisah hidupnya menjadi pengingat bahwa setiap orang, tanpa memandang latar belakangnya, memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dan menjadi pemimpin yang menginspirasi.