Benarkah Cleopatra dari Mesir Merupakan Keturunan Aleksander Agung?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 23 Mei 2024 | 14:00 WIB
Cleopatra VII Philopator merupakan penguasa terakhir Dinasti Ptolemeus sekaligus firaun aktif yang terakhir di Mesir kuno. Apakah ia merupakan keturunan langsung dari Aleksander Agung? (WIkimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Cleopatra VII Philopator merupakan penguasa terakhir Dinasti Ptolemeus sekaligus firaun aktif yang terakhir di Mesir kuno. Dinastinya dikaitkan dengan Aleksander Agung, tapi apakah sang firaun ini merupakan keturunan sang penakluk legendaris dari Makedonia itu?

Apakah Cleopatra VII merupakan keturunan langsung dari Aleksander Agung?

“Cleopatra bukanlah keturunan langsung Aleksander Agung,” tulis Vedran Bileta di laman The Collector. Tapi ia memiliki hubungan dekat dengan sang penakluk legendaris melalui Ptolemy I Soter, yaitu salah satu jenderal dan rekan Aleksander yang paling terpercaya.

Setelah kematian Aleksander pada tahun 323 SM, para jenderal dan penerusnya – diadochi – membentuk kerajaan yang luas. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan Helenistik yang kuat. Ptolemy I Soter mengambil alih kendali Mesir, mendirikan Dinasti Ptolemeus.

Setelah kematian Aleksander pada tahun 323 SM, para jenderal dan penerusnya – diadochi – membentuk kerajaan yang luas. Salah satunya adalah Mesir kuno di bawah kepemimpinan Dinasti Ptolemeus. (Cornelis Troost/Rijksmuseum/Public Domain)

Menurut beberapa sumber, Ptolemeus adalah putra Arsinoe dan Philip II, ayah Aleksander Agung. Namun, hal ini mungkin hanya mitos, yang dibuat untuk melegitimasi klaim Ptolemy. Juga untuk meningkatkan prestise keluarganya dengan menghubungkannya dengan dinasti Argead di Makedonia.

Dinasti Ptolemeus memerintah Mesir selama 3 abad, menjaga garis keturunan mereka tetap murni dengan menikah dalam satu keluarga. Namun, seperti semua kerajaan Helenistik, Mesir Ptolemeus tidak dapat menandingi kekuatan Romawi.

Pemerintahan Cleopatra sendiri ditandai dengan aliansi politik strategisnya dengan dua pemimpin paling berpengaruh di Romawi – Julius Caesar dan Mark Antony.

Sayangnya, upaya Cleopatra untuk mempertahankan takhta gagal. Konon kegagalan tersebut menyebabkannya bunuh diri dan Mesir menjadi provinsi penting Kekaisaran Romawi.

Cleopatra adalah anggota Dinasti Ptolemeus

Cleopatra adalah keturunan langsung Ptolemy I Soter, yang setelah kematian Aleksander menjadi penguasa Mesir. Ptolemy I Soter menyebut dirinya sebagai raja Helenistik (basileus) dan juga firaun.

Baca Juga: Caesarion, Anak Cleopatra Dibunuh demi Takhta di Sejarah Mesir Kuno

Ia dilahirkan pada tahun 69 SM dari pasangan Ptolemy XII Auletes. Meskipun identitas ibunya tidak diketahui secara pasti, diyakini secara luas bahwa dia adalah Cleopatra Tryphaena, istri Ptolemy.

Cleopatra Tryphaena merupakan keluarga kerajaan Makedonia Yunani yang menghindari percampuran dengan penduduk setempat. Raja dan ratu Ptolemeus menghabiskan sebagian besar waktunya di ibu kota Aleksandria. Mereka kadang-kadang mengunjungi pedalaman untuk melakukan upacara tradisional.

Para penguasa dan aristokrasi, yang tinggal di kota-kota baru, berbicara bahasa Yunani Koine, lingua franca dunia Helenistik. Sebaliknya, bahasa Mesir dituturkan oleh masyarakat umum dan para pendeta.

Cleopatra VII dapat berbicara dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Mesir, yang tidak biasa bagi penguasa Ptolemeus.

Penguasa terakhir Dinasti Ptolemeus di Mesir kuno

Selama berabad-abad, Mesir Ptolemeus merupakan kerajaan Helenistik yang dominan dan merupakan kekuatan besar di Mediterania Timur. Namun, pada saat ayah Cleopatra naik takhta, Romawi muncul sebagai saingan.

Pembunuhan Pompey yang Agung direncanakan oleh saudara laki-laki Cleopatra, Ptolemy XIII. “Peristiwa itu menyebabkan keterlibatan langsung Romawi dalam urusan Mesir,” tambah Bileta.

Cleopatra dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu, membangun hubungan pribadi dan politik dengan Julius Caesar, untuk melenyapkan saudara laki-lakinya. Dengan begitu, Cleopatra pun mengamankan takhta Mesir untuknya.

Setelah pembunuhan Caesar pada tahun 44 SM, Cleopatra bersekutu dengan Mark Antony, seorang tokoh Romawi berpengaruh lainnya.

Aliansi Cleopatra dengan Antony merupakan hubungan romantis dan kemitraan strategis. Keduanya berupaya membangun negara Romawi-Hellenistik yang kuat. Namun, rencana mereka digagalkan oleh kekalahan di Pertempuran Actium pada tahun 31 SM oleh pasukan Oktavianus.

Setelah kejadian itu, Cleopatra bunuh diri. Dengan kematian Cleopatra serta eksekusi putranya Cesarion, Dinasti Ptolemeus pun berakhir. Mesir kuno menjadi sebuah provinsi di Kekaisaran Romawi.

Baca Juga: Cleopatra: Ambisi Kekuasaan, Inses Mematikan di Sejarah Mesir Kuno

Warisan Aleksander Agung

Meskipun Cleopatra bukan keturunan langsung Aleksander Agung, kehidupan dan pemerintahannya sangat dipengaruhi oleh warisan abadi Aleksander – dunia Helenistik.

Kerajaan Aleksander yang luas runtuh tak lama setelah kematiannya, dalam serangkaian perang berdarah. Namun, raja-raja Helenistik juga terlibat dalam diplomasi, perdagangan dan pertukaran orang, barang dan gagasan, membentuk dan menyatukan wilayah yang luas. “Dari Mediterania Timur hingga Himalaya,” Bileta menambahkan.

Mesir Ptolemeus, adalah pusat utama kebudayaan Helenistik. Era ini terkenal dengan ibu kota kosmopolitan Aleksandria dan perpaduan tradisi Yunani dan Mesir yang dinamis.

Cleopatra sendiri luar biasa. Ia mampu berbicara berbagai bahasa, termasuk bahasa Mesir, yang tidak biasa bagi penguasa Ptolemeus. Pemerintahannya menandai puncak warisan budaya dan politik Aleksander Agung.

Kematian Cleopatra menandai berakhirnya era Helenistik. Namun warisan Aleksander tidak hilang. Kekaisaran Romawi di bawah kepemimpinan Augustus pun menjadi pewaris dunia Helenistik.