Nationalgeographic.co.id – Kehidupan firaun wanita paling terkenal dalam sejarah Mesir kuno, Cleopatra telah menjadi bahan perdebatan sengit selama lebih dari 2000 tahun.
Kematiannya, telah menimbulkan perpecahan pendapat. Apakah itu merupakan tindakan pembangkangan yang diperhitungkan terhadap bangsa Romawi yang menaklukkan, tindakan terakhir dari kisah cinta yang tragis, atau keputusan putus asa seorang ratu yang dirampok takhtanya?
Cleopatra VII, penguasa aktif terakhir Kerajaan Ptolemeus Mesir, naik takhta pada tahun 51 SM. Pemerintahannya merupakan periode penuh gejolak yang penuh dengan pertikaian internal dan tekanan eksternal, saat ia menavigasi tidak hanya perairan berbahaya dalam politik Mesir tetapi juga ambisi Roma yang semakin besar.
Awal pemerintahan Cleopatra ditandai dengan perebutan kekuasaan dalam sejarah Mesir kuno dengan kakaknya, Ptolemy XIII hingga akhirnya berujung pada perang saudara.
Konflik tersebut melibatkan Julius Caesar, yang tiba di Aleksandria pada tahun 48 SM dan memihak Cleopatra, memperkuat posisinya sebagai ratu setelah perang berakhir dengan kekalahan dan kematian Ptolemeus.
Hubungan Cleopatra dengan Caesar sampai pembunuhannya pada tahun 44 SM memberinya seorang putra, Caesarion, dan perdamaian yang tidak nyaman dengan Roma.
Aliansi selanjutnya dengan Mark Antony, salah satu triumvir Roma, merupakan kisah cinta yang penuh gairah dan juga strategi politik.
Persatuan mereka menghasilkan tiga anak dan blok kekuasaan yang tangguh yang menantang otoritas pemimpin baru Roma, Oktavianus.
Ketegangan politik memuncak dalam pertempuran laut Actium pada tanggal 2 September 31 SM, di mana pasukan Oktavianus secara telak mengalahkan armada gabungan Cleopatra dan Antony. Kekalahan ini menghancurkan harapan mereka untuk mendirikan kerajaan saingan Roma.
Setelah Pertempuran Actium, Cleopatra mundur ke bentengnya di Alexandria. Pada bulan-bulan berikutnya, situasi Cleopatra semakin genting.
Pasukan Oktavianus terus maju ke Mesir, dan pada musim panas tahun 30 SM, mereka telah menembus pertahanan negara dan mendekati Aleksandria.
Cleopatra dan Antony kini bertarung bukan demi kekuasaan, melainkan demi kelangsungan hidup. Kota yang pernah menjadi pusat budaya dan perdagangan ini kini bersiap menghadapi serangan terakhir.
Source | : | History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR