Memahami Thudong, Perjalanan Panjang Para Biksu Buddha Jelang Waisak

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 22 Mei 2024 | 16:00 WIB
Para biksu berjalan ribuan kilometer melaksanakan thudong di Magelang, Jawa Tengah, pada 20 Mei, 2024. Sekitar 40 biksu dari berbagai negara di Asia Tenggara ini menyemarakkan perayaan Waisak di Candi Borobudur. (Sandy Leo)

Ada 13 praktik pertapaan thudong yang dilakukan para biksu hari ini. Beberapa di antaranya adalah praktik keseharian mereka, yakni mengenakan jubah dari kain bekas, mengenakan 3 helai jubah, menerima makanan sedekah, mencari makanan sedekah tana pilih-pilih, makan sehari sekali, makan hanya dari mangkuk biksu, menolak makanan tambahan, menetap di hutan, menetap di alam terbuka, menetap di tanah kuburan, tidur di mana pun disediakan, dan selalu dalam posisi duduk.

Baca Juga: Mengintip Tradisi Perayaan Waisak Dari Berbagai Negara di Dunia

Memang, praktik thudong yang dilakukan para biksu ini merupakan bagian dari ajaran Buddha. Akan tetapi, tradisi ini telah mengalami perubahan dalam sejarah, seiring dengan perubahan kondisi saat ini. 

Dalam sejarahnya, thudong diyakini sudah ada sejak abad keenam hingga keempat SM di India. Ritual thudong dilakukan oleh Sang Buddha yang bertapa dan mengembara. Para pengikut Sang Buddha, termasuk para biksu dan biksuni mengembangkan praktik pengembaraan ini untuk mencapai titik terdalam meditasi.

Praktik ini dikenal dalam sebuah kitab abad kelima yang disebut Visuddhimagga (Jalur Penyucian). Kitab ini disusun oleh filsuf Buddhaghosa dan memuat praktik ajaran Theravada. Buddhaghosa menyebutkan bahwa jika ingin mencapai pencerahan dan nirwana (kebebasan), harus melalui pertapaan. Praktik pertapaan ini salah satu di antaranya adalah thudong atau mengembara.

Visuddhimagga menganjurkan untuk meninggalkan tempat keramaian di mana para biksu bisa mengisolasi diri dari godaan duniawi dan gangguan. Mereka yang menginginkan nirwana harus memfokuskan diri di tempat sepi dan damai dengan bermeditasi, sehingga dapat mengembangkan spiritualitasnya.

Dengan demikian, perbedaan antara thudong dulu dan kini terletak dari tempat tujuannya. Hari ini, thudong bisa dilakukan dengan menziarahi tempat-tempat suci dan bermeditasi, termasuk ke Candi Borobudur dalam perayaan Waisak.

"Di zaman modern sekarang, tradisi tetap dilestarikan, tetapi vihara sudah ada, jadi digeser menjadi satu rangkaian perjalanan, misalnya dalam rangka Waisak," kata  Bhikkhu Dhammavuddho, dilansir dari Detik.com. "Ke tempat-tempat suci, sekarang masih ada di Thailand, juga masih sering dilaksanakan di India dan yang pertama di Indonesia yang saat ini."