Akar Sejarah Buddha
Seperti dilansir dari The Collector, Siddhartha Gautama hidup antara abad ke-6 dan ke-4 SM di wilayah Lumbini, yang kini berada di Nepal. Ia adalah putra seorang pemimpin klan, dari suku Shakya, dan keluarganya termasuk kasta prajurit. Menurut manuskrip kuno, saat lahir Siddhartha Gautama diramalkan akan menjadi pemimpin besar dan oleh karena itu, ia dibesarkan terlindung dari semua penderitaan dunia.
Namun pada masa dewasanya, ia menyaksikan realita penderitaan. Meninggalkan istananya, ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang bungkuk karena usia, orang sakit, mayat, dan seorang pertapa. Pertemuan ini dikenal sebagai "Empat Pemandangan yang Mengubah Hidup", dan masing-masing melambangkan usia tua, penyakit, kematian, dan praktik welas asih terhadap penderitaan tersebut.
Setelahnya, ia meninggalkan pakaian kebangsawanannya dan memutuskan untuk memulai pencariannya menuju pencerahan. Selama masa meditasi dan pertapaannya, ia menemukan bahwa meninggalkan kesenangan dan menjalani kehidupan yang penuh penyiksaan diri tidak membawa kepuasan yang ia cari. Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk menemukan Jalan Tengah.
Pencerahan Buddha terjadi di bawah pohon ara, tempat ia duduk bermeditasi. Pohon itu kemudian disebut Bodhi dan spesies pohon aranya adalah ficus religiosa. Selama waktu tersebut, Mara, sang penghalang, mencoba menghalangi Buddha dengan menunjukkan kesenangan dan penderitaan, tetapi Buddha tetap teguh dan bermeditasi pada subjek penderitaan dan keinginan.
Pencerahan pun datang dan ia memahami bahwa reinkarnasi dipicu oleh keinginan, dan keinginan inilah yang memaksa manusia untuk mengulangi siklus kematian dan penderitaan. Untuk terbebas darinya berarti telah mencapai Nirvana, yaitu keadaan pembebasan. Ia menyadari Empat Kebenaran Mulia dan mulai mengajar kepada semakin banyak murid.
Ajaran Buddha lebih banyak berfokus pada tindakan nyata daripada teori, karena ia berpikir bahwa orang yang tidak memiliki pengalaman langsung tentang pencerahan akan mendistorsi ajaran tersebut. Ia mengajarkan jalan menuju Pembebasan dengan memaparkan Jalan Berunsur Delapan yang Mulia yang bersifat pragmatis.
Siddhartha Gautama meninggal pada usia 80 tahun dan memasuki Parinirvana, yaitu kematian yang dicapai setelah mencapai Nirvana. Dengan demikian, ia meninggalkan siklus samsara. Tradisi mengenangnya sebagai Buddha Shakyamuni, yang berarti "sang bijak dari klan Shakya".
Makhluk Tercerahkan
Dalam tradisi Buddha, terdapat banyak tokoh yang memiliki kebijaksanaan dan welas asih setara dengan Buddha sendiri. Mereka turun ke bumi untuk membantu meringankan penderitaan umat manusia. Ada tiga peranan khusus yang relevan dengan filosofi Buddhis yang berbeda; Arhat, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva.
Pertama, Arhat (atau Arahant) adalah bentuk tertinggi dari bhikkhu Buddha, seseorang yang telah mencapai pencerahan berkat Jalan Berunsur Delapan yang Mulia. Nama tersebut merujuk pada seseorang yang telah mencapai keadaan suci dan sempurna. Menurut tradisi Tiongkok, ada Delapan Belas Arhat, tetapi para pengikut Buddha masih menantikan Buddha Masa Depan, Maitreya.
Baca Juga: Wang Cong'er dan Pemberontakan White Lotus di Kekaisaran Tiongkok