Imperialisme Inggris di Kekaisaran Tiongkok selama Era Dinasti Qing

By Sysilia Tanhati, Selasa, 28 Mei 2024 | 18:00 WIB
Kekuatan asing menunjukkan minat untuk menguasai Kekaisaran Tiongkok sejak abad ke-13. Tapi imperialisme Inggris di Kekaisaran Tiongkok dimulai pada abad ke-19. Bagaimana imperialisme Inggris di Kekaisaran Tiongkok selama pemerintahan Dinasti Qing? (James Gillray)

Komunitas rahasia Tiongkok, Yihetuan (Tinju Benar dan Harmonis), memprakarsai pemberontakan. Mereka menguasai jenis seni bela diri Tiongkok tertentu, menyerupai tinju di masyarakat Barat, dan dikenal luas sebagai “petinju.” Tak lama kemudian, komunitas ini berhasil menggalang dukungan pasukan Kekaisaran Tiongkok dan memperoleh senjata dan peralatan yang lebih baik.

Pada bulan Juni, pejabat asing, diplomat, misionaris, dan tentara di kamp pengungsi meminta bantuan internasional setelah terjadinya pemberontakan. Pasukan bantuan internasional baru berhasil memadamkan pemberontakan pada akhir Agustus. Protokol Boxer ditandatangani pada tanggal 7 September 1901, menuntut ganti rugi akibat pemberontakan.

Kebijakan Pintu Terbuka

Kebijakan Pintu Terbuka, yang dimulai pada tahun 1899–1900, diperkenalkan setelah Pemberontakan Boxer di Kekaisaran Tiongkok. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua negara dan kerajaan untuk berdagang secara bebas di Kekaisaran Tiongkok. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah supremasi eksklusif kekuatan mana pun di Kekaisaran Tiongkok.

Banyak negara dan kerajaan “menikmati” kebijakan ini. Setelah membangun kekuatan di Kekaisaran Tiongkok, Kerajaan Inggris menguasai sebagian besar pelabuhan utama Tiongkok.

Berakhirnya Imperialisme Inggris di Kekaisaran Tiongkok

Dinasti Qing mempertahankan kedaulatan dan kendali formal atas pemerintahan nasional. Namun imperialisme Inggris dan perang-perang membuat Tiongkok berada di bawah kendali asing pada akhir abad ke-19. Dinasti Qing dibiarkan lemah dan terhina.

Akhirnya, pada tahun 1911, Revolusi Xinhai menggulingkan pemerintahan Dinasti Qing dan Republik Tiongkok dibentuk. Periode ini bertepatan dengan pecahnya Perang Dunia I di Eropa. Periode ini menandai dimulainya berakhirnya imperialisme Inggris di Tiongkok. “Juga membuka jalan bagi era baru penentuan nasib sendiri Tiongkok,” Shvangiradze menambahkan.

Perang Dunia II mengubah seluruh sistem politik internasional dan memicu proses dekolonisasi. Pada tahun 1949, di bawah pemerintahan Partai Komunis Tiongkok, Tiongkok dijanjikan untuk membalikkan dampak penjajahan Barat yang memalukan.

Selain itu, karena terkuras oleh perang, Kerajaan Inggris menderita secara ekonomi dan kesulitan mempertahankan wilayah kerajaan yang luas. Tahap terakhir dalam mengakhiri imperialisme Inggris di Tiongkok adalah dengan mengembalikan kendali atas Hong Kong, lambang kehadiran Inggris, kepada Tiongkok. Setelah lebih dari 150 tahun imperialisme, Inggris mengembalikan Hong Kong dengan menandatangani perjanjian pada tanggal 1 Juli 1997.