Melestarikan Makam Tokoh Agama Jadi Pendorong Adaptasi Kenaikan Air Laut di Bedono

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 14 Juni 2024 | 12:00 WIB
Situs wisata ziarah makam Syekh Abdullah Mudzakir di Dusun Tambaksari, Desa Bedono, Demak, Jawa Tengah. Makam tokoh agama ini telah ditinggikan warga beberapa kali karena kenaikan permukaan air laut. (Siti Aliyuna Pratisti)

Meski tidak terkenal, bagaimanapun, sosok ini bertempat dalam kenangan Desa Bedono. Warga terus mengupayakan makam Syekh Mudzakir tidak tenggelam dengan meninggikan situs ziarah, dan memperbaiki sarananya.

Sampai akhirnya, keajaiban muncul dari media sosial. "[Tahun] 2013 itu ada video viral yang mengatakan ada makam terapung di Bedono," terang Aliyuna. Makam yang dimaksud dalam video tersebut ternyata adalah makam Syekh Mudzakir. "Dari viral itu, banyak yang datang, mitos berkembang dengan sendirinya."

Ragam mitos ini muncul bukan dari warga Tambaksari atau tempat lainnya di Desa Bedono, melainkan peziarah dari luar desa. Mitos menyebutkan makam Syekh Mudzakir tidak bisa tenggelam karena dilindungi mangrove di dekatnya, atau secara ajaib naik dengan sendirinya.

Kenyataannya, makam tersebut ditinggikan oleh warga sendiri demi melestarikan situs bersejarah dan penting bagi Desa Bedono. Peninggian ini sudah dilakukan beberapa kali, seiring semakin meningkatnya ketinggian air laut.

ara peziarah berdoa di makam Mbah Mudzakkir yang terletak di Dukuh Tambaksari Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Jawa Tengah, (Ari Widodo / Kompas.com)

Warga maupun peziarah kerap datang untuk membaca surah Yasin dari Al-Qur'an, atau melakukan ritual lainnya seperti Kliwonan yang dilakukan secara tradisi Islam di Jawa, Apitan (perayaan syukur atas berkah) atau disebut sedekah laut, dan peringatan wafat Syekh Mudzakir.

Peningkatan Keagamaan Warga Bedono

Ada satu temuan menarik yang Aliyuna jumpai dari Desa Bedono, selain apa yang dituliskan dalam makalahnya. Ia menemukan bahwa praktik keagamaan masyarakat sekitar semakin intens mencerminkan ajaran Al-Qur'an dan sunah.

"Kalau datang ke Bedono sekarang, itu enggak ada lagi sedekah laut seperti tahun 2000-an awal," singkap Aliyuna. Sedekah laut adalah tradisi Islam-Jawa yang sangat kental dan masih dipraktikkan oleh masyarakat pesisir utara Jawa. Di Desa Bedono, praktik ini mulai ditinggalkan sekitar 2015.

"Ada upaya jadi tujuan wisata, yaitu menampilkan citra Islami," lanjut Aliyuna. Sebagai ucapan rasa syukur atas hasil tangkapan laut, masyarakat nelayan mengganti kebiasaan sesajen yang biasa digunakan dalam sedekah laut. Kebiasaan ini diganti dengan apitan. Bagi warga yang masih ingin melakukan sedekah laut dengan melarung sesajen, dapat dilakukan di desa sebelah.

Karena semakin ramai situs makam Syekh Mudzakir, warga Desa Bedono mendapatkan pemasukan dari wisata ziarah ini. Sumber pemasukan ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan langkah adaptasi. Warga yang tinggal di lingkungan yang tanahnya telah tenggelam, dapat memperbaiki rumahnya dengan meninggikan bangunan.

Pemasukan dari wisata ziarah ini juga yang memotivasi warga untuk tidak bisa tinggal jauh dari makam Syekh Mudzakir. Terkadang, mereka yang telah terpencar karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, masih saling berjumpa dalam kegiatan keagamaan dan sosial.

Pertemuan-pertemuan ini mengatur pembahasan tentang rencana adaptasi berikutnya yang harus dilakukan, termasuk menyelamatkan situs makam Syekh Mudzakir yang menjadi simbol adaptasi mereka. Dengan demikian, kegiatan silaturahmi penduduk dusun-dusun yang telah tergerus kenaikan air laut, tetap terjaga sembari bergotong royong menentukan keputusan bersama.

Baca Juga: Riset Ungkap Perubahan Lahan Jabotabek dan Dampaknya ke Teluk Jakarta