Henry VIII mengawali pemerintahannya dengan kekayaan dan stabilitas yang diwariskan oleh ayahnya. Tanpa perlu meminta dana dari parlemen selama lima tahun, ia memiliki kebebasan finansial yang signifikan.
Namun, minatnya yang beragam dan kurangnya perhatian terhadap urusan negara memungkinkan Thomas Wolsey, putra seorang tukang daging, untuk menduduki posisi penting sebagai Lord Chancellor.
Wolsey, yang kekuasaannya mencapai puncak dengan pembangunan Istana Hampton Court, memanfaatkan wewenang yudisialnya di pengadilan Chancery dan Dewan Star Chamber.
Setelah diangkat menjadi Kardinal, ia juga diberi kekuasaan legatus kepausan, yang memungkinkannya untuk mengesampingkan Uskup Agung Canterbury dan memimpin Gereja Inggris.
Kebijakan luar negeri Henry terutama berfokus pada Eropa Barat, dengan aliansi yang sering berubah antara monarki Spanyol, Prancis, dan Kaisar Romawi Suci.
Salah satu upaya Henry yang terkenal adalah kampanye militer Anglo-Spanyol yang gagal melawan Prancis, yang berakhir dengan perjanjian damai dan pemborosan dana di Lapangan Kain Emas.
Henry juga meningkatkan armada laut Inggris dari lima menjadi 53 kapal, termasuk Mary Rose yang terkenal, yang sekarang merupakan bagian dari koleksi Museum Angkatan Laut Portsmouth.
Nafsu Suksesi yang Mengarah pada Pembentukan Gereja Inggris
Masa pemerintahan Henry VIII diwarnai oleh dua isu penting yang mengubah jalannya sejarah Inggris: pertarungan suksesi dan Reformasi Protestan yang berujung pada lahirnya Gereja Inggris.
Krisis suksesi Henry VIII dimulai dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan pewaris laki-laki, meninggalkan hanya putri Mary sebagai calon penerus.
Henry, yang tidak pernah mengakui kegagalannya, semakin teralienasi dari Catherine dan terpesona oleh Anne Boleyn, yang bukan hanya akan menjadi selir.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Siapa Itu Anne Boleyn dan Mengapa Ia Dieksekusi?