Henry VIII, Suami Anne Boleyn yang Suka Otak-atik Aturan Demi Nafsunya

By Ade S, Minggu, 2 Juni 2024 | 14:03 WIB
Lukisan "Rekonsiliasi Henry dengan Anne Boleyn", oleh George Cruikshank. Kisah Henry VIII, yang mengubah sejarah demi Anne Boleyn dan nafsu takhta, mengguncang fondasi Inggris. (George Cruikshank)

Meski demikian, Henry tetap berdedikasi menentukan doktrin agama Inggris, mempertahankan banyak ajaran Katolik sambil menolak supremasi Paus dan menekankan otoritas gereja serta keselamatan individu.

Berulang Kali Alami Kegagalan Pernikahan

Pernikahan dengan Anne sendiri pada akhirnya berakhir dengan tragis. Sang Ratu dihukum mati dengan cara dipenggal.

Semuanya berawal pada awal tahun 1536, saat Henry VIII mengalami kecelakaan saat berkuda yang menyebabkan luka serius.

Berita ini mencapai Anne Boleyn yang sedang hamil, dan tekanan emosionalnya berujung pada keguguran tragis.

Henry, yang hatinya telah beralih, meninggalkan Anne untuk Jane Seymour, wanita lain di istananya.

Tak lama setelah itu, tuduhan pengkhianatan dan inses mengarah pada eksekusi Anne. Dia dihukum mati dengan cara dipenggal.

Henry segera menikahi Jane, yang memberinya putra yang diidamkan, Edward VI, namun nasib tragis menimpa Jane yang meninggal tak lama setelah melahirkan.

Pernikahan keempat Henry dengan Anne dari Cleves, yang dirancang sebagai manuver politik, berakhir dengan cepat ketika Henry membatalkannya.

Tak lama kemudian, dia menikahi Catherine Howard, yang nasibnya berakhir di tiang gantungan karena tuduhan pengkhianatan dan perzinahan. Mirip seperti yang dialami Anne Boleyn.

Di akhir masa pemerintahannya, Henry menjadi semakin murung dan paranoid, diperparah oleh kesehatan yang menurun dan luka kaki yang tidak kunjung sembuh.

Baca Juga: Eksekusi Tragis Anne Boleyn, Istri Henry VIII Sejarah Abad Pertengahan

Beruntung, pernikahannya dengan Catherine Parr pada tahun 1543 membawa kedamaian, memungkinkan rekonsiliasi dengan putrinya, Mary dan Elizabeth, yang kembali ke garis suksesi.

Fisik dan Mental yang Hancur di Akhir Pemerintahan

Selanjutnya, melansir Britannica, Henry VIII mengalami kemunduran fisik dan mental yang signifikan di akhir pemerintahannya. 

Meski berpengalaman dan kompeten, Henry kehilangan visi dan semangat yang diperlukan untuk menjadi pemimpin hebat. Kesehatannya yang memburuk dan berat badannya yang bertambah membuatnya mudah tersinggung dan tidak terduga.

Dia berusaha menjaga kerajaan tetap bersatu di tengah pertikaian agama dan mempertahankan citranya sebagai monarki yang agung.

Namun, ambisinya terhadap perang dan penaklukan sering kali tidak berhasil, menyebabkan kerugian finansial dan konflik yang tidak perlu.

Di akhir hayatnya, Henry tetap tidak menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Dia terus mengelola negara dengan cara yang sama, meratapi perpecahan agama dan menghancurkan mereka yang dia curigai akan mengendalikan penggantinya.

Henry meninggal pada 28 Januari 1547, meninggalkan kerajaan yang dalam kondisi sangat terpuruk.

Dalam pusaran ambisi dan kekuasaan, Henry VIII menorehkan sejarah dengan tindakan yang tak terlupakan.

Kisah Anne Boleyn, yang menjadi simbol dari perubahan besar di Inggris, akan selalu mengingatkan kita pada kekuatan cinta, politik, dan keinginan yang dapat mengubah nasib sebuah bangsa.