Termasuk 'Penggal' Anne Boleyn, Kegilaan Henry VIII Dipicu Kelainan Genetik?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 6 Juni 2024 | 10:00 WIB
Kehidupan Raja Henry VIII penuh dengan kontroversi. Dalam sejarah dunia, ia dikenal sebagai penggoda wanita yang haus darah. Apa penyebab kegilaannya itu? (Laslett John Pott)

Nationalgeographic.co.id—Kehidupan Raja Henry VIII penuh dengan kontroversi. Dalam sejarah dunia, ia dikenal sebagai penggoda wanita.

Sang penguasa Kerajaan Inggris itu menikah enam kali. Salah satu ratunya adalah Anne Boleyn yang akhirnya meninggal karena dieksekusi oleh suaminya.

Tampan, kuat, dan relatif baik hati pada tahun-tahun awal pemerintahannya, ia berkembang menjadi seorang tiran dengan sifat berubah-ubah. Paranoianya membuat banyak orang terkejut—termasuk dua istrinya, Anne Boleyn dan Catherine Howard.

Apa penyebab semua kegilaannya itu?

Terus-terusan mencari ahli waris

Sebuah studi mengaitkan kontradiksi yang membingungkan ini dengan dua faktor biologis yang terkait.

Dalam The Historical Journal, ahli bioarkeolog Catrina Banks Whitley dan antropolog Kyra Kramer mengemukakan pendapatnya. Menurut mereka, golongan darah Henry mungkin membuat raja Tudor seumur hidup mati-matian—dalam pelukan wanita demi wanita— mencari ahli waris laki-laki. Pencarian tersebut menyebabkan dia memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik Roma pada tahun 1530-an.

Para peneliti berpendapat bahwa darah Henry membawa antigen Kell yang langka—protein yang memicu respons imun—sedangkan pasangan seksualnya tidak. Hal itu membuat sistem reproduksi mereka buruk.

Pada kehamilan pertama, pria dengan Kell-positif dan wanita dengan Kell-negatif dapat memiliki bayi sehat dengan Kell-positif. Namun, pada kehamilan berikutnya, antibodi yang dihasilkan ibu pada kehamilan pertama dapat melewati plasenta dan menyerang janin yang positif Kell. Pada akhirnya bisa menyebabkan keguguran, lahir mati, atau kematian neonatal yang cepat.

Meskipun jumlah pastinya sulit ditentukan, diyakini bahwa hubungannya dengan berbagai istri dan simpanannya mengakibatkan setidaknya 11 kehamilan. Bahkan mungkin lebih dari 13 kehamilan.

Catatan menunjukkan bahwa hanya empat di antaranya yang menghasilkan bayi yang sehat. Mary I, lahir dari istri pertama Henry, Catherine dari Aragon, setelah enam anak lahir mati atau meninggal tak lama setelah lahir.

Baca Juga: Sohor Sebagai Tiran Pembunuh Istri, Henry VIII Raja Terburuk dalam Sejarah?

Henry FitzRoy, satu-satunya anak raja dari kekasih remajanya Bessie Blount. Elizabeth I, anak pertama yang lahir dari Anne Boleyn, yang kemudian mengalami beberapa kali keguguran. Lalu Edward VI, putra Henry dari istri ketiganya, Jane Seymour.

Kelangsungan hidup ketiga anak sulung—Henry FitzRoy, Elizabeth dan Edward—konsisten dengan pola reproduksi Kell-positif. Mengenai Catherine dari Aragon, para peneliti mencatat, “ada kemungkinan bahwa beberapa kasus sensitisasi Kell bahkan mempengaruhi kehamilan pertama.” Dan Mary mungkin selamat karena dia mewarisi gen Kell resesif dari Henry, yang membuatnya kebal terhadap antibodi ibunya.

Peneliti memindai cabang-cabang yang lebih tinggi dari silsilah keluarga Henry untuk mencari bukti antigen Kell dan masalah reproduksi yang menyertainya. Setelah itu, Whitley dan Kramer yakin mereka telah melacaknya kembali ke Jacquetta dari Luksemburg, nenek buyut dari pihak ibu raja.

“Pola kegagalan reproduksi di antara keturunan laki-laki Jacquetta menunjukkan adanya fenotip Kell secara genetik dalam keluarga tersebut. Sementara keturunan perempuan pada umumnya berhasil secara reproduktif,” jelas para penulis.

Kelainan genetik merubah sifat Henry VIII

Sejarawan David Starkey menulis tentang “dua Henry, yang satu tua, yang lain muda.” Henry muda tampan, sigap dan murah hati, seorang penguasa setia yang menyukai olahraga, musik, dan Catherine dari Aragon.

Henry VIII kemudian meluncurkan serangan militer brutal untuk melenyapkan musuh baik nyata maupun khayalan. Mulai usia paruh baya, raja juga menderita sakit kaki yang membuatnya hampir tidak mungkin berjalan.

Whitley dan Kramer berpendapat bahwa sindrom McLeod, kelainan genetik yang hanya menyerang individu yang positif Kell, menyebabkan perubahan drastis ini. Penyakit ini melemahkan otot dan menyebabkan gangguan kognitif mirip demensia. Perubahan itu biasanya terjadi antara usia 30 dan 40 tahun.

Para ahli lain mengaitkan ketidakstabilan mental Henry VIII dengan sifilis dan berteori bahwa osteomielitis, infeksi tulang kronis, menyebabkan masalah mobilitasnya. Bagi Whitley dan Kramer, sindrom McLeod dapat menjelaskan banyak gejala yang dialami raja di kemudian hari.

Jadi, apakah ini saatnya untuk membebaskan Henry VIII dari reputasinya yang haus darah karena menderita sindrom McLeod yang positif Kell?