Dari perkawinan tersebut lahirlah sang anak yang bernama Buaq Selo. Saat Heleang Hebeung tinggal di dasar sungai, ia menyaksikan makhluk dasar sungai menari dengan maksud untuk menghiburnya.
Namun, semakin lama wujud asli makhluk tersebut semakin menakutkan dan menimbulkan trauma bagi Heleang Hebeung. Trauma tersebut menjadikan Heleang Hebeung ingin kembali ke alam manusia dan dengan berat hati Selau Sen Yeang melepas suaminya tersebut untuk kembali ke alam manusia.
Selau Sen Yeang kemudian berkata ”Dengan rela aku melepas kepergianmu. Kita memang hidup di alam yang berbeda, namun kasih sayangku tidak terhalang oleh alam yang berbeda ini.”
Kemudian Selau Sen Yeang melanjutkan ”Bila ingin kembali berhubungan dengan kami, maka panggil dan buatlah upacara adat. Hubungan ini tidak akan terputus sampai kapanpun dan Buaq Selo dan keturunannya akan terus memelihara hubungan ini dan tidak akan pernah berakhir.”
Setelah kembali ke alam manusia, Heleang Hebeung kemudian menceritakan apa yang dialaminya di alam lain kepada masyarakat Dayak lainnya. Sejak saat itu Heleang Hebeung dikenal sebagai pencetus Tarian Hedoq.
Secara simbolik, Tari Hudoq memiliki makna mendalam, terutama bagi masyarakat Dayak Wehea dan rumpun Apo Kayan. Tarian Hudoq dipercaya sebagai tarian jin yang berasal dari kahyangan, bawah tanah dan atas air.
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Wehea, Tarian Hudoq dilakukan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah, memberi makan roh leluhur melalui ritual Nekeang / Nluei Hedoq, melindungi komunitas, dan mengusir hama penyakit. Selain itu, Tarian Hudoq juga dapat diartikan sebagai pemulihan atau pembersihan dari hal-hal buruk yang masih tersisa setelah ritual Embos Min.
Karakter Hudoq terlihat dari berbagai jenis topeng yang digunakan, ada yang menyerupai hewan tertentu, bahkan ada yang menyerupai naga dan manusia.
Baca Juga: Hutan Suci Dayak Ngaju: Pesan Pelestarian Alam Berbasis Kearifan