Lom Plai: Wujud Interaksi Manusia dan Alam pada Tradisi Masyarakat Dayak Wehea

By National Geographic Indonesia, Selasa, 11 Juni 2024 | 17:00 WIB
Naq Jengea (persiapan satu hari sebelum acara puncak Embob Jengea) - Enjiak Tembambataq tarian ungkapan rasa syukur dan gembira masyarakat Dayak Wehea atas hasil panen padi. (Sandy Leo)

Pertunjukkan lain dalam Embob Jengea

Beberapa pertunjukkan dilakukan di atas aliran Sungai Wahau. Pertunjukkan ini disajikan untuk menghibur tamu dan warga, sementara pada waktu yang bersamaan dilakukan ritual Embos Min (pembersihan kampung dari hal-hal buruk) yang dilakukan oleh beberapa perempuan yang telah dipilih oleh para tetua adat.

Para perempuan tersebut kemudian akan berkeliling kampung melakukan ritual. Sementara seluruh warga dan tamu diharapkan untuk Tiaq Diaq Jengea (turun ke bawah jengea atau pondok darurat) yang berada di pinggiran Sungai Wahau dan menyaksikan pertunjukkan yang disajikan.

Plaq Saey (Sandy Leo)

Pertunjukkan yang dimaksud antara lain Plaq Saey (lomba dayung perahu), tarian di atas rakit yang dibawakan oleh Sanggar Tari Keleng Tegai, dan Seksiang (perang-perangan di atas perahu).

Hal ini dimaksudkan agar tidak ada yang mengganggu prosesi ritual Embos Min karena tidak ada manusia atau hewan sekalipun yang diizinkan melintas di depan rombongan perempuan yang sedang melakukan ritual Embos Min. Jika hal ini dilanggar, tentu sanksi adat yang berat sudah menanti.

Embos Paq Plai (Sandy Leo)

Terdapat juga ritual Ngeldung dan Embos Paq Plai yang dilakukan setelah perayaan Embob Jengea. Ritual Ngeldung ini memiliki makna, larangan dan sanksi yang serupa dengan ritual Embos Min, yakni membersihkan kampung dari hal-hal buruk yang masih tersisa setelah Embob Jengea. Ritual Embos Paq Plai sendiri adalah prosesi terakhir dari Lom Plai untuk membersihkan diri dari hal-hal buruk dan memulai musim tanam baru.

Enjiak Tembambataq (Tarian massal Tembambataq)

Enjiak Tembambataq dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen padi yang telah diperoleh. Biasanya tarian ini dilakukan pada malam hari sebelum acara puncak dan sebagai penutup dari acara Embob Jengea.

Enjiak Tembambataq (Sany Leo)

Tarian ini dapat diikuti oleh seluruh warga desa dan tamu yang berkunjung yang biasanya diadakan di lapangan yang luas. Dengan alunan gong dan gendang tradisional, seluruh warga baik tua, muda, laki-laki dan perempuan berkumpul bersama dengan pakaian adat lengkap dan kemudian menari dari malam hingga pagi. Tarian ini juga dapat dengan bebas diikuti oleh siapapun yang hadir di tengah perayaan tersebut.

Makna dan Pesan Festival Lom Plai

Adanya festival Lom Plai ini menggambarkan makna yang sangat mendalam bagaimana interaksi orang Dayak Wehea terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain, tentu saja, sebagai perwujudan sumpah kepada Putri Long Diang Yung di masa lalu.

Festival ini juga menyampaikan pesan bahwa masyarakat Dayak Wehea dan Dayak pada umumnya sangat menghargai dan bergantung terhadap sumber daya alam di sekitarnya. Mereka hanya memanfaatkan seperlunya, dan turut andil berkontribusi menjaga lingkungannya. Apabila kondisi alamnya rusak, maka masyarakat Dayak Wehea tentu akan kembali merasakan penderitaan seperti yang terjadi di masa lalu.

Pesan-pesan untuk menjaga alam sudah sejak dahulu diturunkan oleh nenek moyang orang Dayak melalui berbagai bentuk tradisi dan kebudayaan, salah satunya melalui festival Lom Plai/Erau/Gawai.

Ungkapan syukur terhadap hasil panen padi, baik saat melimpah ataupun saat sedang sedikit, memberikan pesan kepada generasi muda bahwa orang Dayak itu perlu dan harus berladang untuk dapat menumbuhkan padi yang menjadi sumber makanan pokok orang Dayak dan bersyukur atas pemberian Tuhan terlepas dari banyak atau sedikitnya hasil panen yang diperoleh.

Selama masih mempertahankan tradisi dan kebudayaannya, maka masyarakat Dayak akan terus berladang dan mengucapkan syukur melalui perayaan seperti Lom Plai, sehingga masyarakat Dayak dapat mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Festival Lom Plai pada tahun 2024 ini diadakan selama satu bulan (15 Maret – 24 April 2024) dan acara puncaknya (Embob Jengea) diadakan pada 20 April 2024, bertempat di Desa Nehas Liah Bing, Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur.